Dua hari lalu, Menko Polhukam, Wiranto, menjanjikan buka-bukaan dalang kerusuhan 21-22 Mei di beberapa tempat Jakarta. Kemarin memang ada konferensi pers di kantor Menko Polhukam. Penyidik selain memberi penjelasan, juga menampilkan keterangan para tersangka atas peran berbagai pihak. Salah satu peran yang dijelaskan beberapa tersangka yang ditutup matanya adalah Mayjen (Purn) Kivlan Zen.

Wadir Reskrimum Polda Metro Jaya, AKBP Ade Ary Syam Indradi, dalam jumpa pers di Kantor Menko Polhukam menyebutkan bahwa berdasarkan fakta, keterangan saksi dan barang bukti, dengan adanya petunjuk dan kesesuaian mereka bermufakat melakukan pembunuhan berencana terhadap empat tokoh nasional dan satu direktur eksekutif lembaga survei.

Menurut AKBP Ade Ary, Kivlan diduga berperan memberi perintah kepada tersangka HK alias I dan AZ untuk mencari eksekutor pembunuhan. Kivlan memberikan uang 150 juta rupiah kepada HK alias I untuk membeli beberapa pucuk senjata api. AKBP Ade Ary melanjutkan, setelah mendapat empat senjata api, Kivlan lalu menyuruh HK mencari satu senjata api lagi. Kivlan juga diduga berperan menetapkan target pembunuhan terhadap empat tokoh nasional dan satu pimpinan lembaga survei.

Penyidik juga menampilkan keterangan para tersangka yang telah direkam. Keterangan para tersangka menguatkan dugaan keterlibatan Kivlan terkait kepemilikan senjata api ilegal. Dari keterangan para tersangka dan penyidik, sepertinya muara kepemilikan senjata api ilegal semakin terang.

Meski begitu, di sini juga belum tuntas, seperti penyandang dana, meski penyidik telah menyebut HM. Namun begitu, masyarakat perlu memberi waktu kepada kepolisian atau penyidik agar benar-benar berani membuka selebar-lebarnya kasus kepemilikan senjata api ini.

Yang ditunggu masyarakat, lalu siapa dalang kerusuhan tanggal 21-22 Mei, di Jakarta? Sampai selesai keterangan pers di Kantor Menko Polhukam kemarin, masyarakat belum melihat tokoh sesungguhnya yang menjadi aktor intelektual atau dalang kerusuhan 21-22 Mei. Dengan kata lain, penyidik atau Polri belum menunjuk langsung nama tertentu yang menjadi dalang kerusuhan.

Padahal itulah yang ditunggu rakyat. Masyarakat menunggu Polri menunjuk hidung sang aktor intelektual. Apalagi satu atau dua hari setelah kerusuhan banyak keluar pernyataan dari aparat dan pejabat bahwa dalang kerusuhan sudah diketahui dan tidak lama lagi diumumkan.

Namun sampai akhir konferensi pers, tidak ada yang menunjuk hidung, "Inilah dalang kerusuhan 21-22 Mei." Barangkali penyidik memang harus berhati-hati, sehingga tidak mau hitam putih. Penyidik cukup mengemukakan keterangan-keterangan para saksi yang telah direkam disertai penjelasan-penjelasan seperlunya.

Jadi, rasanya masyarakat harus menunggu sidang para tersangka, termasuk para jenderal baik dari TNI maupun Polri. Hanya melalui pengadilan masyarakat akan dapat mengetahui dalang kerusuhan 21-22 Mei. Pengadilanlah yang berani "menunjuk hidung" aktor intelektual kerusuhan.

Bersabar. Itulah yang harus dijalani masyarakat. Semoga saja pemberkasan para tersangka cepat selesai, agar mereka segera dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan. Kasus ini memang harus dituntaskan agar jangan lagi ada yang merasa di atas hukum, paling kuat, dan tak terjangkau.

Ini sekaligus mencari kebenaran apakah mereka yang menjadi tersangka benar-benar terlibat kerusuhan yang mengakibatkan delapan korban jiwa meninggal, atau hanya korban salah tangkap. Namun polisi tentu tidak gegabah. Mereka tidak akan sembarangan menangkap orang, bila tidak ada alat bukti yang cukup. Apalagi ada di antara mereka adalah para jenderal purnawirawan.

Baca Juga: