Iran tengah berupaya mengisi kekosongan pangsa pasar minyak Rusia di Eropa jika kesepakatan nuklir baru dengan kekuatan dunia berjalan.

Mengutip Blomberg, rencana Teheran muncul di tengah persaingan ketat dengan sekutunya, Rusia, di pasar minyak internasional setelah kedua negara yang terkena sanksi berat itu memangkas harga minyak untuk dijual ke pembeli yang tidak terkena sanksi seperti Tiongkok dan India.

Produsen minyak asal Iran diperkirakan akan mengejar pelanggan di negara-negara seperti Yunani, Italia, Spanyol, dan Turki jika sanksi ekonomi dilonggarkan.

Ada antisipasi bahwa kesepakatan nuklir dapat dihidupkan kembali setelah mantan Presiden Donald Trump secara sepihak menarik diri dari kesepakatan pada Mei 2018, tiga tahun setelah Iran mencapai kesepakatan bersejarah dengan enam kekuatan dunia, yakni AS, Inggris, Tiongkok, Prancis, Jerman, dan Rusia untuk membatasi program nuklirnya dengan imbalan keringanan sanksi, termasuk perdagangan minyak.

Walaupun berkurangnya pasokan minyak Iran tidak terlalu berdampak pada harga global sebelumnya, kini Teheran bisa membuat perbedaan di tengah sanksi dan boikot terhadap raksasa energi Rusia atas invasinya ke Ukraina. Mengingat Uni Eropa, konsumen utama Rusia, akan melarang minyak Rusia pada akhir tahun ini.

Ketika Teheran memasuki kembali pembicaraan seputar kesepakatan nuklir, para pelaku perdagangan mengharapkan pasokan minyak Iran yang sangat dibutuhkan untuk menebus hilangnya pasokan minyak mentah Rusia dari pasar karena sanksi atau boikot.

"Kesepakatan akan memicu kembalinya minyak mentah Iran dalam volume besar ke pasar, yang akan menjadi faktor untuk harga," kata Henry Rome, wakil direktur penelitian Eurasia Group dan analis Iran ke platform media GZERO.

Iran sendiri diketahui sudah meningkatkan produksinya, dengan kapasitas produksi minyak diperkirakan akan naik 6 persen menjadi 4 juta barel per hari pada akhir tahun pada Maret 2023.

Namun, analis dari Goldman Sachs berpikir kesepakatan nuklir Iran tidak mungkin terjadi dalam waktu dekat karena kebuntuan "saling menguntungkan" bagi AS dan Iran. Para analis menambahkan bahwa hubungan dekat Teheran dan Moskow juga membuat kesepakatan tidak mungkin terjadi.

Baca Juga: