Setiap musim hujan, banjir biasanya menerjang kawasan Bandung Selatan atau Kabupaten Bandung, seperti daerah Cienteung, Baleendah, Dayeuhkolot, hingga Banjaran. Masalah banjir menjadi salah satu tugas berat bagi Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) dan selama ini Pemprov itu terus berupaya mengatasinya.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jabar mencatat musibah banjir dan longsor mendominasi bencana alam yang terjadi di wilayah ini. Kepala BPBD Jabar, Dicky Saromi, menyatakan sebanyak 35 persen kejadian bencana alam di Jabar didominasi karena faktor hidrometeorologi seperti banjir.
Untuk itulah, Pemprov Jabar membuat program Citarum Bersih, Sehat, Indah, dan Lestari (Bestari). Program ini menjadi fokus atau unggulan pengelolaan lingkungan hidup Pemprov Jabar yang digulirkan sejak 2014 dengan melibatkan seluruh pihak terkait. Citarum Bestari, sebuah program yang dilakukan untuk menyelesaikan Citarum yang sering kotor karena limbah industri dan limbah lain.
"Program Citarum Bestari ini sudah ada hasilnya. Alhamdulillah, sebagian sungai sudah bisa ditanami ikan, sampah fisiknya sangat berkurang dibandingkan sebelum ada program ini. Kami tahu sampah di sungai itu bisa menyebabkan banjir," kata Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan (Aher), di Bandung, baru-baru ini.
Untuk lebih mengefektifkan dan mengoptimalkan program Citarum Bestari, kata Aher, pihaknya juga melibatkan perusahaan terutama perusahaan atau pelaku industri yang ada di sekitar Sungai Citarum. Pihak industri, sesegera mungkin memperbaiki instalasi pengelolaan limbah atau Ipal.
"Mendayagunakan Ipal. Ipalnya digunakan bukan hanya dibuat kemudian sebagian pelaku industri saat ini ternyata masih membandel," kata Aher.
Tak hanya program tersebut, dari sisi penegakan hukum, Pemprov Jabar juga membentuk Satuan Manunggal Satu Atap (Samsat) untuk Citarum yang melibatkan sejumlah pihak terkait, seperti pemkab/pemkot terkait, Kejaksaan Tinggi, Kepolisian, TNI, dan Balai Besar Wilayah Sungai/BBWS dari unsur pemerintah pusat.
"Sungai Citarum mengaliri 420 ribu hektare sawah, yang menjadi sumber pangan masyarakat Jabar, termasuk Jakarta. 18 persen hasil pangan nasional berasal dari Jabar dan 12 persen persawahan di antaranya diairi oleh Citarum. Listrik yang didayagunakan lewat air (Citarum) itu ada 2.500 megawatt listrik dengan PLTA terbesar di Indonesia," kata Aher.
Libatkan Masyarakat
Program Citarum Bestari, lanjut Aher, juga melibatkan masyarakat desa di sekitar bantaran Sungai Citarum. Pelibatan masyarakat ini disebut ecovillage atau desa berbudaya lingkungan. Saat ini ada 277 desa terlibat dalam program ini, 190 desa di antaranya ada di Cekungan Bandung yang langsung berhubungan dengan Citarum.
Selain itu, ecovillage merekrut sebagian masyarakat desa (ecovillager) sebagai kader dan relawan Citarum. Mereka dilatih dan diberikan pemahaman tentang lingkungan yang wajib disebarluaskan pengetahuan dan pemahaman yang telah mereka miliki kepada masyarakat lain.
Sebuah terobosan baru atau solusi jangka panjang untuk mengatasi banjir di Kabupaten Bandung juga digagas Pemprov Jabar, yakni dengan membangun Terowongan Jurug Jompong. Aher mengatakan saat ini Pusat Penelitian Air Kementerian PUPR sedang mendesain pembuatan terowongan Curug Jompong sebagai upaya jangka panjang mencegah banjir di Kawasan Bandung Selatan.
"Terkait Curug Jompong itu kan rencana awalnya akan dipangkas. Tapi karena itu heritage geologi maka Puslit Air merencanakan terowongan Curug Jompong, di mana terowongan dibangun di bawah curug," katanya.
Dengan adanya terowongan Curug Jompong, memudahkan aliran air dari kawasan Dayeuhkolot, Banjaran, dan Baleendah mengalir cepat ke Waduk Saguling. "Insya Allah mengurangi muka air dari kawasan Dayeuhkolot menuju Sapan, hingga ke Saguling," kata Aher. n tgh/Ant/N-3