Semua pihak yang terlibat dalam kompetisi Liga 1 harus bisa menjaga kepercayaan yang diberikan pemerintah.

Sudah setahun lebih kompetisi sepak bola di Tanah Air berhenti karena pandemi Covid-19. Praktis, sejak saat itu tiada terlihat lagi ingar bingar suporter memadati jalanan menjelang dan seusai pertandingan Liga 1 di masing-masing kota.

Saat dihentikan Maret tahun lalu, masing-masing kesebelasan peserta kompetisi sepak bola tertinggi di Indonesia itu baru bertanding tiga kali. Sedangkan pemain sudah dikontrak satu musim hingga kompetisi 2020/2021 usai. Tentu saja ini merugikan klub-klub, terutama klub yang telah jor-joran mengontrak pemain asing dengan biaya yang sangat mahal.

PT Bali Bintang Sejahtera Tbk yang membawahi Bali United mengaku rugi 22,4 miliar rupiah di tahun 2020. Kerugian tersebut terutama karena dihentikannya kompetisi sehingga pendapatan perusahaan dari penjualan tiket dan sponsorship turun drastis. Klub-klub lain nasibnya pun setali tiga uang.

Dihentikannya komeptisi Liga 1 2020/2021 dengan alasan mengurangi penyebaran Covid-19 merupakan langkah tepat. Bisa dibayangkan, bagaimana jadinya jika belasan ribu atau puluhan ribu orang berkumpul di satu tempat menyaksikan pertandingan sepak bola, pasti akan bermunculan klaster-klaster baru dengan nama stadion seperti klaster Kanjuruhan, klaster Gelora Bung Karno, klaster Jakabaring, klaster Gelora Bung Tomo, dan seterusnya.

Kita tidak bisa meniru luar negeri, terutama di liga-liga negara Eropa seperti Inggris, Italia, Spanyol, Perancis, dan juga Jerman yang kompetisi sepak bolanya tetap jalan meski tanpa dihadiri penonton. Masyarakat kita dikenal abai dalam hal disiplin. Siapa yang bisa menjamin para supporter tidak nonton bareng (nobar) di suatu tempat. Atau kalau tidak disiarkan langsung di televisi, siapa yang bisa menjamin para suporter tidak akan konvoi keliling kota usai pertandingan.

Perayaan kemenangan pendukung Persija Jakarta yang menjuarai turnamen pramusim Piala Menpora di Bundaran HI April lalu adalah bukti kuat dihentikannya Liga 1 tahun lalu sudah tepat.

Jika akhirnya Kepolisian Republik Indonesia memberi izin keramaian untuk kompetisi Liga 1 dan Liga 2 musim 2021/202 sungguh kado yang tak ternilai harganya. Itu langkah berani yang patut kita acungi jempol. Dengan bergulirnya kompetisi, kita bisa membentuk tim nasional yang lebih ideal.

Untuk itu, semua pihak yang terlibat dalam kompetisi Liga 1, baik itu Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), PT Liga Indonesia Baru selaku operator, klub peserta, pemain, dan juga suporter serta pendukung masing-masing klub, hendaknya secara ketat dan konsekuen melaksanakan protokol kesehatan. Kita harus bisa menjaga kepercayaan yang telah diberikan kepada masyarakat bola tanah air.

Kick off Liga 1 rencananya 10 Juli dan Liga 2 akan dimulai 14 hari setelah Liga 1 bergulir. Untuk fase awal, kompetisi berjalan tanpa dihadiri penonton. Isu yang bergulir bahwa Liga 1 tanpa degradasi ternyata tidak benar. Liga 1 tetap menggunakan format promosi dan degradasi.

Berbeda dengan musim-musim sebelumnya dimana kompetisi berlangsung secara home and away, kali ini dipusatkan di Pulau Jawa dengan sistem bubble to bubble mirip turnamen Piala Menpora lalu. Peserta kompetisi akan dipusatkan di kota-kota tertentu agar mempermudah pengawasan. Dan pemain pun tida boleh keluyuran seenaknya. ν

Baca Juga: