JAKARTA - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, di Jakarta, Selasa (8/4), mengatakan pengajuan izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (amdal) "berhantu" menjadi ladang bagi oknum tidak bertanggung jawab untuk menarik keuntungan pribadi.

Amdal berhantu itu, jelas Bahlil, kadangkala memerlukan biaya yang lebih besar, ketimbang nilai investasi. Dia mencontohkan mengenai investasi perkebunan senilai 600 juta rupiah di atas lahan seluas 3.000 meter persegi, namun harus direcoki dengan urusan perizinan amdal yang menghabiskan biaya satu miliar rupiah.

"Amdal ini wajib, tapi kadang dibuat-buat juga. Di mana uang itu habis? Di kabupaten/kota, polisi hutan, itu hantu itu mainannya," kata Bahlil.

Sebab itu, pihaknya mendukung agar rancangan undang-undang Cipta Kerja atau Omnibus Law segera diselesaikan karena amdalnya disyaratkan dalam konteks perlindungan lingkungan.

Sebagai mantan pengusaha, Bahlil mengaku pengurusan perizinan lokasi di pemerintah daerah bisa memakan waktu hingga tahun dan belum tentu keluar izinnya. Demikian pula dalam hal pengurusan izin di kementerian/lembaga.

Menanggapi hal itu, Pakar hukum lingkungan dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Suparto Wijoyo, mengatakan dalam keadaan apa pun, izin amdal tidak boleh dihilangkan karena merupakan instrumen utama dalam mencegah kerusakan lingkungan. Soal adanya permainan dengan dalih amdal oleh oknum, menurut Suparto, harus dibenahi tanpa mengamputasi amdal, namun dengan mengintegrasikan menjadi sistem perizinan satu pintu.

"Selama ini ada amdal, tapi kerusakan lingkungan terus terjadi, jangan-jangan karena itu amdal pesanan atau abal-abal. Amdal adalah instrumen ilmiah pencegah kerusakan lingkungan, sedangkan perizinan adalah instrumen yuridis. Amdal bisa disederhanakan dengan mengintegrasikannya dalam perizinan satu pintu untuk mendukung RUU Cipta Kerja," katanya.

Praktik Pungli

Ekonom Centre for Strategic and International Studies, Fajar B Hirawan, mengatakan masih kerapnya pungli di daerah di era desentralisasi atau otonomi daerah memang kerap kali menunjukkan peningkatan praktik pungli yang kurang kondusif bagi iklim investasi di Indonesia.

"Saya berulang kali menyampaikan pentingnya percepatan reformasi birokrasi agar korupsi, bribery, pungli dan sejenisnya, baik di tingkat nasional maupun daerah perlahan berkurang," kata Fajar.

Menurut Fajar, yang bisa dilakukan segera, atau quickwin untuk mencegah terjadinya pungli adalah melalui skema program Online Single Submission (OSS), yang saat ini sudah tidak ada kabarnya lagi bagaimana kelanjutannya dan terkesan terpinggirkan akibat pandemi ini. "Saya sangat yakin OSS akan meminimalisir praktik-praktik pungli tersebut," tutupnya. n SB/yni/E-9

Baca Juga: