Menkes Budi Gunadi Sadikin meminta dilakukan penelitian untuk program vaksinasi booster bagi masyarakat yang akan dilakukan pada 2022.

JAKARTA - Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) menetapkan sejumlah kriteria vaksin booster (penguat) yang rencananya disuntikkan kepada masyarakat umum di Indonesia. "Untuk booster bisa vaksin yang sama dan berbeda.

Kalau yang berbeda, kita pilih yang punya efikasi tinggi dan daya tahan yang tinggi untuk varian virus baru," kata Ketua ITAGI, Sri Rezeki Hadinegoro, yang dikonfirmasi Antara dari Jakarta, Rabu (20/10). Sri mengatakan rencana vaksinasi booster atau dosis ketiga sebagai penguat imun saat ini masih diteliti ITAGI bersama sejumlah pakar dari Universitas Padjadjaran (Unpad) dan Universitas Indonesia.

Penelitian itu menyikapi permintaan Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, menyusul program vaksinasi booster bagi masyarakat yang semakin menguat bergulir pada 2022. "Memang benar kami bersama sejumlah universitas diminta Pak Budi Gunadi Sadikin meneliti booster. Ini masih penelitian dan belum ada hasil," katanya. Sri mengatakan proses penelitian saat ini dilakukan terhadap beberapa varian vaksin yang beredar di Indonesia. "Untuk yang primer dipakai Sinovac dua kali atau AstraZeneca dua kali atau di-booster dengan vaksin lain," katanya.

Metode Penelitian

Salah satu metode penelitian dilakukan pada campuran vaksin Sinovac dosis 1 dan Sinovac dosis 2 dan untuk dosis ketiga juga menggunakan Sinovac. Metode lainnya adalah Sinovac dosis 1 dan dosis kedua digabung dengan Moderna atau Pfizer sebagai booster. "Penelitian ini belum termasuk vaksin Merah Putih karena belum jadi," katanya.

Selain menyasar masyarakat berusia produktif dan remaja, kata Sri, ITAGI juga berencana menguji coba vaksin booster untuk kelompok masyarakat berusia di atas 60 tahun. "Sebab kita tahu bahwa mereka (lansia, red) sangat rentan terpapar oleh virus korona akibat gangguan kekebalan tubuh," katanya. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Ditjen P2P Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi, mengatakan pandemi Covid- 19 belum dapat diprediksi kapan berakhir. Salah satu cara untuk dapat mengendalikannya menjadi endemi dengan menekan laju penularan.

"Tidak ada yang tahu kan bagaimana kondisinya. Yang pasti, bisa kita lihat kondisinya membaik, ini pastinya laju penularan yang semakin baik. Penanganan pandemi Covid- 19 kita yang semakin baik," ujar Nadia saat dihubungi Antara, di Jakarta, Rabu (20/10). Endemi merupakan wabah penyakit yang terjadi secara konsisten namun terbatas pada wilayah tertentu saja sehingga laju penyebaran dan penyakitnya dapat dikendalikan atau diprediksi.

Penyakit endemi, tambah dia, akan selalu ada pada populasi atau wilayah tertentu. Sedangkan pandemi adalah suatu wabah yang menyebar secara luas di dunia seperti Covid-19 dan flu Spanyol pada masa silam. Kendati demikian, Nadia menyampaikan prediksi para pakar epidemiologi yang menyebut pandemi Covid-19 bisa berakhir. Akan tetapi, tidak ada yang dapat memastikan kapan pandemi bisa berubah menjadi sebuah endemi.

Nadia menjelaskan salah satu syarat pandemi bisa berubah menjadi endemi adalah jika penyakitnya bisa terkendali. Pada kasus Covid-19, kondisi laju penularannya terus menurun dan hanya terjadi di beberapa tempat saja. "Kondisi laju penularannya seperti kita ini, sudah banyak negara-negara yang sudah menurunkan kasusnya. Kalau endemi kan penyakitnya hanya pada beberapa tempat saja dan berpotensi terjadi peningkatan kasus tapi tidak meluas di seluruh wilayah," kata Nadia.

Nadia mengatakan yang bisa dilakukan Indonesia untuk mempertahankan tren penurunan kasus Covid-19 saat ini adalah membuat pandemi lebih terkendali melalui cakupan vaksinasi. "Itu adalah salah satu syarat untuk bisa terkendali pandeminya ini. Upaya apa yang harus dilakukan? Ya harus menekan terus jumlah kasus tersebut dan memberikan vaksinasi secara masif," ujarnya.

Baca Juga: