Direktur Kesehatan Jiwa, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Imran Pambudi, mengatakan, isu kesehatan mental yang tengah ramai di masyarakat saat ini jangan menambah jumlah pekerja yang mendapat pemutusan hubungan kerja (PHK). Menurutnya, penanganan kesehatan mental di perusahaan harus dilihat dari dua sisi baik dari pekerja maupun pemberi kerja.

JAKARTA - Direktur Kesehatan Jiwa, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Imran Pambudi, mengatakan, isu kesehatan mental yang tengah ramai di masyarakat saat ini jangan menambah jumlah pekerja yang mendapat pemutusan hubungan kerja (PHK). Menurutnya, penanganan kesehatan mental di perusahaan harus dilihat dari dua sisi baik dari pekerja maupun pemberi kerja.

"Terlalu berpihak kepada pekerja nih khawatirnya justru perusahaannya collapse dan nanti PHK. Jadi ini hal-hal yang harus diatur ya yang harus dipertimbangkan segala macam sehingga dua hal ini juga harus seimbang," ujar Imran, dalam Siaran Kemencast secara daring, Sabtu (5/10).

Dia menekankan, pentingnya pekerja mesti paham literasi kesehatan mental. Menurutnya, hal tersebut penting untuk mencegah terganggunya kesehatan mental akibat beban kerja.

Imran menambahkan, literasi kesehatan mental sangat penting mengingat belum semua orang merasa sadar memerlukan bantuan. Di sisi lain, jangan sampai isu kesehatan mental yang sedang ramai saat ini membuat pekerja terlalu banyak komplain.

"Literasi kesehatan itu bukan hanya kesehatan jasmani, tetapi mental juga harus tahu. Ini yang yang sepertinya masih belum begitu banyak diketahui," jelasnya.

Imran menerangkan, skrining kesehatan jiwa di tempat kerja masih minim. Dari 8.621.549 penduduk usia lebih dari 15 tahun, skrining di tempat kerja hanya menyumbang 2,38 persen.

Dia menambahkan, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, sebanyak 6,3 persen pegawai swasta dan 3,9 persen PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD mengalami gangguan mental emosional. Sedangkan, 4,3 persen pegawai swasta dan 2,4 persen PNS/TNI/POLRI/BUMN/BUMD mengalami depresi.

"Rendahnya skrining di tempat kerja disebabkan karena petugas puskesmas kesulitan/tidak mendapat izin melakukan skrining pekerja oleh tempat kerjanya," ucapnya.

Imran mengungkapkan, belum semua perusahaan itu ada unit-unit kesehatan jiwanya gitu. Dengan demikian, screening kesehatan menjadi penting dilakukan perusahaan. "Dengan screening itu lebih gampang nih. Artinya dari 100 pekerja nih ini kok banyak nih yang yang gangguan mental, nah dia bisa menindaklanjuti," tuturnya.

Baca Juga: