KOLOMBO - Para pemimpin gerakan unjuk rasa Sri Lanka pada Miinggu (10/7) menduduki kediaman Presiden Gotabaya Rajapaksa dan Perdana Menteri Ranil Wickremensing sampai keduanya benar-benar mundur dari jabatan mereka. Aksi tersebut terjadi setelah kedua pemimpin Sri Lanka itu sepakat untuk mundur dan meninggalkan negara itu.
Dilansir CNA, Minggu (10/7), ribuan pengunjuk rasa merangsek ke kediaman dan kantor Presiden Rajapaksa dan Perdana Menteri Wickremensing pada Sabtu saat aksi demonstrasi menggugat ketidakmampuan kedua pemimpin mengatasi krisis ekonomi yang menimbulkan kekerasan.
Rajapaksa yang tidak terlihat di publik sejak Jumat belum mengatakan secara langsung tentang pengunduran dirinya. Kantor Wickremensing mengatakan sang perdana menteri juga akan mundur. Namun keduanya tidak dapat dihubungi.
Juru bicara parlemen Mahinda Yapa Abeywardena mengatakan pada Sabtu, keputusan Rajapaksa untuk lengser adalah untuk memastikan pengalihan kekuasaan berlangsung damai.
Para ahli konstitusi mengatakan jika presiden dan perdana menteri mengundurkan diri, langkah berikutnya adalah juru bicara parlemen ditunjuk sebagai presiden sementara, dan parlemen memilih presiden baru dalam waktu 30 hari untuk menyelesaikan periode Rajapaksa.
Frustrasi akibat krisis ekonomi memuncak pada Sabtu ketika kerumunan pengunjuk rasa melewati penjaga bersenjata memasuki istana presiden bergaya era kolonial dan mengambil alih istana. Furnitur dan artefak dihancurkan, beberapa orang mengambil kesempatan untuk bermain-main di kolam renang.
Mereka kemudian bergerak ke kantor presiden dan kediaman resmi perdana menteri. Menjelang malam, para pengunjuk rasa menyalakan api di rumah pribadi PM Wickremesinghe.
Baik Rajapaksa maupun Wickremesinghe tidak berada di kediaman mereka ketika bangunan-bangunan itu di serang.
Sekitar 45 orang terluka dan dibawa ke rumah sakit pada Sabtu, kata petugas rumah sakit. Namun tidak ada laporan kematian dalam peristiwa itu.