JAKARTA - Penguatan sistem Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) memerlukan konsolidasi antara berbagai pemangku kepentingan yaitu pelaku usaha, petani, dan pemerintah.

Deputi Koordinasi Bidang Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Musdalifah Machmud, mengungkapkan konsolidasi itu dapat dilakukan antara lain dengan menerbitkan peraturan presiden (perpres) terkait ISPO bisa rampung pada bulan Mei 2018.

"Saat ini masih dalam tahap legal aspek di Kemenko Perekonomian. Mudah-mudahan perpres bisa keluar pada semester tahun ini," kata Musdalifah di Jakarta, kemarin.

Menurut dia, pemerintah juga tengah menyiapkan kelembagaan ISPO, sehingga nantinya ada lembaga independen yang mengurusi ISPO.

Ia mengemukakan, Presiden Joko Widodo selama ini telah meyakinkan kepada instansi lain bahwa komoditas sawit ini penting untuk negara bukan hanya Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan.

"Di tingkat antarmenteri saat ini sedang ada perbaikan setelah ada masukan dari para stakeholder. Saat ini masih dalam tahap konsolidasi antarmenteri," ujarnya lagi.

Dalam revisi ISPO, ujar dia, ada satu prinsip yang ditambahkan yakni dalam aspek transparansi, sekaligus sebagai upaya untuk merapikan data petani maupun perusahaan sawitnya.

Petani Sawit

Dia menuturkan, perusahaan sawit mudah untuk didata, namun petani sawit itu sulit.

"Mereka memproduksi dan hasilnya masuk ke pabrik kelapa sawit (PKS). Dari PKS ini akan kita lihat berapa masing-masing produksinya. Satu PKS kita lihat traceability. Lalu, berapa petani yang menyerahkan ke PKS. Ini lebih detail karena kita lacak pasokannya," katanya.

Kacuk Sumarto dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengatakan pihaknya mendukung penuh penguatan ISPO, sehingga perlu dibangun kolaborasi dengan semua pihak.

Kacuk mengutarakan harapannya agar sertifikasi ISPO digunakan untuk membentuk perilaku pelaku industri sawit, meski diakui bahwa negara konsumen meminta banyak standar, utamanya dari aspek lingkungan, kesehatan, hak asasi manusia.

Namun adanya unsur kepentingan dagang dan hegemoni negara maju, lanjutnya, mengakibatkan sawit diperlakukan tidak adil, seperti tindakan diskriminasi dan hambatan perdagangan, sehingga ISPO harus mampu menjawab tantangan itu.

Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Rino Afrino mengemukakan, kunci sukses dari pelaksanaan ISPO harus ada kolaborasi antara pemerintah dengan pelaku usaha perkebunan sawit.

Rino menambahkan, kebijakan ISPO harus diikuti oleh tercipta regulasi percepatan penyelesaian masalah yang dialami oleh petani.

Ant/yok/AR-2

Baca Juga: