Islam Nusantara menjadi buah bibir di masyarakat karena banyak yang belum memahami maksud dan tujuannya. Dalam hal ini, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas menegaskan paham Islam Nusantara bukanlah agama baru seperti yang selama ini digembar-gemborkan oleh sejumlah pihak.

"Islam Nusantara adalah kekhasan yakni kebaikan, amaliah. Islam Nusantara itu bukan agama baru," kata dia, saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional Kebangsaan Nahdlatul Ulama di Meulaboh, Aceh Barat, Minggu (22/12/2019).

Konsep Islam Nusantara merupakan paham yang mengakomodasi kearifan lokal (local wisdom) atau praktik tradisi masyarakat Indonesia, penerapannya juga tidak bertentangan ajaran agama Islam sesuai dengan tuntunan Al Quran dan hadis shahih.

Dalam hal ini, peringatan maulid Nabi Muhammad SAW, tahlilan, zikir bersama, tradisi tepung tawar (peusijuek) di Aceh, atau kegiatan kegiatan lain yang bersifat lokal di masyarakat suatu daerah.

Dari kehadiran paham Islam Nusantara di Indonesia, kata dia, adalah untuk melindungi umat Islam dari paham yang tidak sesuai dengan ajaran agama Islam.

Peran PBNU pun, lanjutnya, akan menolak tegas apabila ada praktik ajaran Islam yang dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat di sebuah daerah yang tidak sesuai dengan tuntutan ajaran Nabi Muhammad SAW.

Diketahui, istilah Islam Nusantara kerap jadi bahan perbincangan di media sosial dan menyebutnya sebagai ajaran yang tak sesuai Islam yang sesungguhnya.

Kehadiran istilah Islam Nusantara yang diklaim sebagai ciri khas Islam di Indonesia yang mengedepankan nilai-nilai toleransi dan bertolak belakang dengan 'Islam Arab' telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan penganut Islam di Indonesia.

Ketika awal mula dikampanyekan, muncul dukungan terhadap model Islam Nusantara yang disuarakan kelompok atau tokoh perorangan Islam yang berpaham moderat.

Hal ini bukan istilah terbaru dikalangan masyarakat, istilah Islam Nusantara belakangan telah dikampanyekan secara gencar oleh ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama, NU.

Presiden Joko Widodo dalam pidatonya membuka Munas alim ulama NU di Masjid Istiqlal, Minggu (14/06/2015), menyatakan dukungannya secara terbuka atas model Islam Nusantara.

"Islam kita adalah Islam Nusantara, Islam yang penuh sopan santun, Islam yang penuh tata krama, itulah Islam Nusantara, Islam yang penuh toleransi," kata Presiden Jokowi.

Selanjutnya dari pemikir Islam Azyumardi Azra mengatakan model Islam Nusantaradibutuhkan oleh masyarakat dunia saat ini, karena ciri khasnya mengedepankan "jalan tengah".

"Karena bersifat tawasut (moderat), jalan tengah, tidak ekstrim kanan dan kiri, selalu seimbang, inklusif, toleran dan bisa hidup berdampingan secara damai dengan penganut agama lain, serta bisa menerima demokrasi dengan baik," kata Azyumardi Azra.

Menurutnya, memang ada perbedaan antara Islam Indonesia dengan 'Islam Timur Tengah' dalam realisasi sosio-kultural-politik.

"Sektarian di Indonesia itu jauh, jauh lebih kurang dibandingkan dengan sektarianisme yang mengakibatkan kekerasan terus-menerus di negara-negara Arab," jelasnya.

Baca Juga: