Judul : Hidup Damai di Negeri Multikultur

Penulis : Forum Alumni MEP Australia-Indonesia

Penerbit : Gramedia

Tebal : 679 halaman

Para alumni Muslim Exchange Program (MEP) Australia- Indonesia membukukan pengalaman selama mengikuti program dalam buku berjudul Hidup Damai di Negeri Multikultur. Buku ini cocok sebagai referensi yang akan mengikuti program tersebut. MEP merupakan program pertukaran muslim Indonesia-Australia di bawah naungan Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia. Lima peserta kedua negara study tour toleransi beragama ke Australia dan sebaliknya.

Sejak program diluncurkan pada 2003, hampir 200 muslim kedua negara mengikuti program. Duta Besar Australia untuk Indonesia, Paul Grigson, dalam kata pengantar buku mengatakan MEP memungkinkan masyarakat muslim kedua negara lebih memahami masalah-masalah multibudaya dan lintas agama.

Buku ini dibagi dalam 11 bagian. Tulisan Rowan Gould, alumnus MEP 2006, dalam bab kedua halaman 7 menuturkan, awalnya ragu mendaftar program ini mengingat Indonesia bukan negara asing baginya. Dia merupakan anak keturunan Sumatera Barat-Australia yang menghabiskan masa kecil di Indonesia. Namun, dia berpikir pasti akan beda rasanya mengunjungi kembali Indonesia saat dewasa.

Bersama istrinya, Brynna, lolos. Keraguan kembali datang saat hari wawancara Rowan dia flu berat dan nyaris tidak hadir. Hidupnya tidak seperti ini andai memutuskan tidak memenuhi panggilan wawancara. Kalimat itu rasanya tidak berlebihan karena sejak 2007 atau satu tahun setelah menjadi peserta MEP, dia malah dipercaya menjadi Direktur MEP.

Saat mengunjungi kantor pusat Nahdlatul Ulama (NU), dia terkesan lift yang selalu menyapa assalamuallaikum dan alhamdulilah ketika tiba di lantai tujuan. "Ini hal sederhana yang jarang disyukuri," katanya.

Sementara itu, saat mengunjungi Candi Prambanan di Yogyakarta bersama empat peserta, mereka menyaksikan pertunjukan sendratari Ramayana. Ini sebuah kisah Hindu kuno soal percintaan Rama dan Sinta. Baginya, pertunjukan memperlihatkan toleransi dan penerimaan agama serta budaya yang baik. Sebab kisah Ramayana ditampilkan di Indonesia yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam. Bukan hanya itu, para pemainnya pun sebagian besar beragama Islam.

"Islam di Indonesia sangat unik. Pengaruh budayanya masih kuat dan bisa berdampingan dengan nyaman bersama umat Buddha dan Hindu" (hal 36). Pengalaman yang diceritakan Feby Indirani, peserta MEP 2006 dalam bab 6 lain lagi. Feby datang ke Australia pada pekan keempat Februari 2006 atau saat bibit islamofobia di negara Kangguru itu masih tinggi. Dalam kunjungan selama dua pekan, Feby menemukan muslim Australia banyak dihujani pertanyaan, seperti soal jilbab.

"Jika jilbab untuk melindungi perempuan dari kekerasan seksual maka perempuan kulit putih Australia menganggapnya sebagai ancaman. Mereka akan berpikir, bila tidak berjilbab, pria muslim bisa memperkosa. Maka jawaban yang paling mengena, jilbab merupakan identitas perempuan muslim" (hal 335).

Feby juga menemukan komunitas muslim Australia masih mencari bentuk ideal antara mempertahankan identitas keislaman dan mengadaptasi nilai-nilai masyarakat setempat. Contoh, soal minuman beralkohol yang biasa bagi anak-anak muda Australia, tetapi haram bagi muslim.

Diresensi Suci Sekar, wartawan Koran Jakarta

Baca Juga: