TEHERAN - Kelompok ISIS mengatakan pada Kamis (4/1), mereka melakukan dua pengeboman yang menewaskan sedikitnya 84 orang pada upacara peringatan meninggalnya Jenderal Garda Revolusi Qasem Soleimani di Iran.

Klaim ISIS ini muncul ketika Iran memperingati hari berkabung nasional bagi mereka yang tewas dalam ledakan hari Rabu.

Dalam sebuah pernyataan di Telegram, ISIS mengatakan dua anggotanya "mengaktifkan rompi bahan peledak" di antara kerumunan orang yang datang untuk menghormati Soleimani pada peringatan kematiannya dalam serangan pesawat tak berawak AS di Bagdad empat tahun lalu.

Para penyelidik Iran telah memastikan bahwa ledakan pertama setidaknya dilakukan oleh seorang "pelaku bom bunuh diri" dan pemicu ledakan kedua adalah "sangat mungkin dilakukan oleh pelaku bom bunuh diri lainnya", kantor berita resmi IRNA melaporkan sebelumnya, mengutip "sumber informasi". .

Dewan Keamanan mengutuk dua pengeboman tersebut sebagai "serangan teroris yang pengecut" dan mendesak semua negara anggota PBB "untuk bekerja sama secara aktif" dengan Iran dalam meminta pertanggungjawaban "para pelaku, penyelenggara, penyandang dana dan sponsor".

Soleimani, yang memimpin operasi luar negeri Garda Revolusi, Pasukan Quds, adalah musuh ISIS, kelompok ekstremis Sunni yang telah melakukan serangan sebelumnya di Iran yang mayoritas penduduknya Syiah.

Jumlah korban tewas direvisi turun dari sekitar 100 orang sehari setelah pemboman, yang juga melukai ratusan orang di dekat makam Soleimani di kota Kerman di selatan.

Iran pernah mengalami serangan mematikan di masa lalu yang dilakukan oleh para kelompok militan lainnya serta pembunuhan yang ditargetkan terhadap para pejabat dan ilmuwan nuklir yang dituduh dilakukan oleh musuh bebuyutannya, Israel.

Pada Kamis, Menteri Dalam Negeri Iran Ahmad Vahidi berbicara kepada kantor berita ISNA tentang memperkuat keamanan di perbatasannya yang rawan dengan Afghanistan dan Pakistan.

Dia mengatakan pihak berwenang telah mengidentifikasi "titik-titik prioritas yang harus diblokir di sepanjang perbatasan" dengan kedua negara, yang telah lama menjadi titik akses utama bagi kelompok militan, penyelundup narkoba, dan imigran gelap.

Ketegangan regional meningkat di tengah perang Gaza yang dipicu ketika kelompok militan Palestina Hamas melancarkan serangan mematikan mereka pada 7 Oktober terhadap Israel, yang disambut baik oleh Teheran namun menyangkal keterlibatannya.

Wakil kepala staf urusan politik Presiden Ebrahim Raisi, Mohammad Jamshidi, menuduh di platform media sosial X bahwa "tanggung jawab atas kejahatan ini terletak pada AS dan rezim Zionis (Israel), dan terorisme hanyalah sebuah alat".

Amerika Serikat menolak tuduhan berada di balik pengeboman tersebut. Israel menolak berkomentar.

"Amerika Serikat tidak terlibat dalam hal apa pun, dan anggapan sebaliknya adalah hal yang konyol," kata juru bicara Departemen Luar Negeri Matthew Miller.

"Kami tidak punya alasan untuk percaya bahwa Israel terlibat dalam ledakan ini," tambahnya.

Baca Juga: