LONDON - Gencatan senjata di wilayah barat daya Suriah yang disepakati Amerika Serikat (AS) dan Russia, seharusnya diperluar hingga ke seluruh kawasan Suriah. Seruan itu disampaikan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran pada Senin (10/7).

"Kesepakatan itu akan amat berguna jika diperluas hingga ke seluruh Suriah termasuk semua area yang dibahas dalam perundingan Astana untuk meredakan ketegangan," kata jubir Bahram Qasemi seperti dikutip kantor berita Tasnim.

Sebelumnya AS, Russia, dan Yordania, mengumumkan gencatan senjata dan kesepakatan untuk meredakan ketegangan di kawasan barat daya Suriah pada Jumat (7/7) pekan lalu dan mulai diberlakukan pada Minggu (9/7) lalu.

Russia dan Iran saat ini merupakan negara penyokong pemerintahan Suriah yang dipimpin Presiden Bashar al-Assad. Di sisi lain, AS menyokong kelompok pemberontak yang berupaya menggulingkan Assad.

Baik pasukan maupun pemberontak Suriah saat ini sedang berperang melawan kelompok militan Islamic State (ISIS).

Krisis Kemanusiaan

Masih terkait dengan upaya untuk menyingkirkan militan ISIS, badan-badan bantuan kemanusiaan menyerukan kekhawatiran atas situasi kemanusiaan di Kota Mosul, Irak. Data Angkatan Bersenjata Irak menyebut, sekitar 15.000 warga sipil masih tinggal di Mosul, dimana banyak dari mereka dijadikan tameng oleh Islamic State (ISIS).

Kementerian Migrasi Irak mengatakan sekitar 750.000 orang telah tercerai-berai sejak pertempuran di Mosul meletup pada Februari lalu. Michael Boyce, Kepala Penasehat Kemanusiaan Oxfam, mengatakan pertempuran di Mosul merupakan sebuah krisis yang sangat besar, yang telah membuat sekitar satu juta orang tercerai-berai dari tempat tinggal dan keluarga mereka. Perlu waktu cukup lama untuk mengembalikan nadi kehidupan di Mosul seperti sedia kala.

"Banyak orang terjebak di dalam kota dengan sedikit akses pada makanan, air dan perawatan kesehatan. Mereka telah tinggal di neraka," kata Boyce.

Sementara itu, Direktur Norwegian Refugee Council (NRC), Heidi Diedrich mengatakan sekitar 10 ribu orang akan kembali ke Mosul dalam waktu dekat. Hal ini telah menempatkan pemerintah Irak dalam tekanan.

Sebelumnya pada Minggu (9/7), Perdana Menteri Irak, Haider al-Abadi, mengunjungi Mosul untuk bergabung dengan pasukan militer Irak dan masyarakat. Mereka bersama-sama merayakan kemenangan setelah berhasil mengenyahkan ISIS dari kota tersebut.uci/Rtr/I-1

Baca Juga: