Chicago - Harga emas jatuh pada akhir perdagangan, Selasa (5/10) waktu Chicago, Amerika Serikat (AS) atau Rabu (6/10) pagi WIB, karena kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS dan dollar yang lebih kuat merusak daya tarik logam safe-haven, ketika para investor menunggu data penggajian (payrolls) non-pertanian AS yang akan dirilis akhir pekan ini.

Kontrak harga emas paling aktif untuk pengiriman Desember di divisi Comex New York Exchange, merosot 6,7 dollar AS atau 0,38 persen, menjadi ditutup pada 1.760,90 dollar AS per ounce. Sehari sebelumnya, Senin (4/10), emas berjangka terangkat 9,2 dollar AS atau 0,52 persen menjadi 1.776,60 dollar AS.

Harga emas berjangka juga naik moderat 1,4 dollar AS atau 0,08 persen menjadi 1.758,40 dollar AS pada Jumat (1/10/2021), setelah melambung 34,1 dollar AS atau 1,98 persen menjadi 1.757 dollar AS pada Kamis (30/9/2021), dan anjlok 14,6 dollar AS atau 0,84 persen menjadi 1.722,90 dollar AS pada Rabu (29/9/2021).

"Pergerakan naik dalam dollar dan imbal hasil obligasi, setelah kemunduran ringan yang terlihat selama beberapa hari terakhir dan rebound di pasar ekuitas, mendorong emas turun," kata Direktur Perdagangan Logam High Ridge Futures, David Meger.

Dollar AS menguat di dekat level tertinggi satu tahun minggu lalu terhadap rival utamanya, membuat emas lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.

Imbal hasil obligasi AS 10-tahun yang dijadikan acuan, yang pekan lalu naik ke level tertinggi sejak Juni di 1,5670 persen, terakhir naik di 1,5223 persen.

Data penggajian non-pertanian AS yang akan dirilis pada Jumat (8/10/2021) diperkirakan menunjukkan peningkatan berkelanjutan di pasar tenaga kerja, yang dapat mendorong Federal Reserve (Fed) AS untuk mulai mengurangi stimulus moneternya sebelum akhir tahun.

Pengurangan stimulus dan suku bunga yang lebih tinggi mengangkat imbal hasil obligasi, membebani emas karena meningkatkan peluang kerugian memegang emas yang tidak berbunga.

"Sementara emas masih bisa bergerak lebih tinggi, pergerakan signifikan akan membutuhkan menembus di atas resistensi teknis, terutama rata-rata pergerakan 21 hari," kata analis Saxo Bank, Ole Hansen.

Sementara itu, indeks-indeks utama Wall Street rebound karena saham-saham pertumbuhan bangkit dari aksi jual tajam.

Baca Juga: