JAKARTA - Investor domestik masih mendominasi pada lelang penerbitan Surat Utang Negara (SUN) di pasar perdana 2021. Investor lokal merupakan investor yang tepat untuk membantu mewujudkan pendalaman pasar keuangan atau financial deepening.
"Penerbitan SUN di pasar perdana masih di dominasi oleh investor domestik terutama oleh perbankan," kata Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Deni Ridwan saat diskusi media daring di Jakarta, Rabu (10/3).
Dia mengatakan salah satu investor yang tercatat rutin menjadi peserta lelang SUN adalah perbankan yang didukung oleh proyeksi pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) pada 2021 masih tinggi. Namun, lending diperkirakan masih relatif rendah, setidaknya hingga triwulan I-2021
Dominasi investor domestik juga dilatarbelakangi dengan partisipasi asuransi, ban, dan sekuritas pada lelang 2020 meningkatkan signifikan dibandingkan 2019. Begitu juga dengan tren pertumbuhan minat industri keuangan non bank terhadap SUN selama 2019- 2020 diperkirakan masih akan tetap berlanjut pada 2021.
Berdasaran data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, perbankan berpartisipasi sebanyak 160,33 triliun rupiah hingga 3 Maret 2021. Disusul dengan Bank Indonesia sebanyak 88,13 triliun rupiah. Diposisi ketiga ada investor asing yang menyumbang 52,19 triliun rupiah dan dilanjutkan oleh sekuritas sebanyak 33,71 persen rupiah.
Perbankan juga mendominasi lelang SUN pada 2020 dengan total sebesar 1.016,47 triliun rupiah, investor asing yang berada di posisi kedua dengan total sebesar 296,85 triliun rupiah.
"Financial Deepening"
Sementara itu, Profesor Keuangan dan Investasi IPMI Internasional Business School, Roy Sembel mengatakan investor lokal dapat membantu mewujudkan financial deepening, khususnya untuk instrumen saham dan surat berharga negara.
Roy menyebutkan Indonesia butuh pendanaan besar dan bervariasi untuk membangun infrastruktur, healthcare dan edukasi guna meningkatkan daya saing agar bisa memanfaatkan potensi besar di pasar keuangan. Pasar Indonesia, kata Roy, masih rentan terhadap hot money yang mudah datang dan pergi sehingga perlu didukung oleh investor lokal baik ritel maupun institusi.