JAKARTA - Kementerian Investasi/ Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) melaporkan realisasi investasi sepanjang 2023 melampaui target yang ditetapkan Presiden Jokowo Widodo (Jokowi) yang mencapai 1.418 triliun rupiah.

Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia menyampaikan, sejak 2018-2923, Kementerian Investasi selalu mencapai target yang ditetapkan dalam perencanaan strategis sebesar 1.099,8 triliun rupiah.

"Capaian tersebut tidak hanya tersebar di pulau Jawa. Proporsi investasi di Indonesia kini lebih banyak di luar Jawa," ujar Bahlil dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta, Senin (1/4).

Sepanjang 2023, jumlah investasi yang berada di luar Jawa mencapai 730,8 triliun rupiah atau 51,5 persen, sedangkan di pulau Jawa 688,1 triliun rupiah atau 48,5 persen.

"Jadi sejak 2020 kuartal ketiga sampai dengan 2023 akhir, alhamdulillah realisasi investasi kita di luar pulau Jawa sudah lebih banyak ketimbang di Jawa. Ini merupakan bagian dari pemerataan pertumbuhan investasi," kata Bahlil.

Berdasarkan asal, Singapura menduduki peringkat pertama dalam hal investasi di Indonesia yakni sebesar 15,4 miliar dollar AS. Disusul kemudian Tiongkok (7,4 miliar dollar AS), Hong Kong (6,5 miliar dollar), Jepang (4,6 miliar dollar AS), Malaysia (4,1 miliar dollar AS), Amerika Serikat (3,3 miliar dollar AS), Korea Selatan (2,5 miliar dollar AS) dan Belanda (1,3 miliar dollar AS).

"Kita tahu kan di Singapura itu menjadi hub dan banyak juga pengusaha Indonesia di sana," ucap Bahlil.

Kementerian Investasi juga mendorong adanya penanaman modal pada sektor hilirisasi. Bahlil menyebut, total investasi di bidang hilirisasi pada Januari-Desember 2023 mencapai 375,4 triliun rupiah.

Cabut IUP

Lebih lanjut, Bahlil mengatakan pihaknya telah mencabut 2.051 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari target sebanyak 2.078 IUP hingga Maret 2024. Dari jumlah tersebut, 585 IUP dibatalkan pencabutannya, 33 IUP Nikel di antaranya telah dipulihkan.

Bahlil menjelaskan, alasan IUP dicabut adalah karena izin usahanya sudah ada, namun tidak diurus perkembangan izinnya.

"Kedua, izinnya ada tetapi digadaikan di bank. Ketiga, izinnya ada di IPO kan (Initial public offering), namun dana hasil IPO tidak dipakai mengelola investasi, lalu pemegang IUP dinyatakan pailit," tutur Bahlil.

Permasalahan lain adalah, pengusaha tidak mengurus RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya) sesuai ketentuan. Namun ada pengecualian jika izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) belum keluar.

Baca Juga: