Indonesia ada di peringkat ke-131 dalam daftar negara- negara yang memperhatikan investasi dalam bidang pendidikan dan pelayanan kesehatan. Demikian menurut studi terbaru yang dirilis pada jurnal kesehatan internasional, The Lancet.
Studi bertajuk Measuring human capital: A systematic analysis of 195 countries and territories, 1990 to 2016 yang dirilis pada 25 September 2018 dibuat berdasarkan analisa yang sistematis atas data yang tersedia secara ekstensif dari berbagai sumber, termasuk dari badanbadan pemerintahan, sekolah, serta pihak-pihak yang terlibat dalam sistem perawatan kesehatan.
Studi ini menempatkan Finlandia di urutan teratas. Sementara Turki memperlihatkan peningkatan yang dramatis dalam hal penanganan sumber daya manusia selama 1996 hingga 2016. Sedangkan di negara-negara di Asia cukup mendapat sorotan menurut studi ini ialah Tiongkok, Thailand, Singapura dan Vietnam.
Sedangkan di Amerika Latin, Brazil adalah negara yang menunjukkan perbaikan yang signifikan. Seluruh negara-negara tersebut memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, jika dibanding dengan negara yang tidak memperbaiki sektor human capital-nya.
Selain itu peningkatan terbaik di antara negara-negara Afrika di Sub-Sahara adalah Guinea Khatulistiwa. Sedangkan negaranegara dengan perbaikan kondisi yang sangat cepat berada di negara-negara di Timur Tengah, termasuk Arab Saudi dan Kuwait.
Amerika Serikat sendiri yang berada di peringkat ke enam dalam penanganan masalah human capital pada 1990, dalam laporan merosot ke peringkat 27 pada 2016. Catatan buruknya, belakangan negara adi daya itu sangat minim kemajuan, khususnya pada sektor pendidikan.
"Menganggap rendah pentingnya investasi, ataupun pendanaan dalam sektor manusia bisa juga didorong oleh kurangnya perhatian pembuat kebijakan. Hingga saat ini pun, pelaporan yang dilakukan teratur mengenai penanganan human capital belum maksimal. Padahal ini penting dilakukan untuk generasi mendatang, sebagai cara untuk mengukur investasi atau pendanaan dalam bidang kesehatan dan pendidikan," tutur Dr. Christopher Murray, Direktur dari Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) di Universitas Washington melalui keterangannya kepada Koran Jakarta, kemarin.
Konsep yang Menyeluruh
Perlu diketahui pula studi mendalam ini baru pertama kali digelar, dan mencoba mengungkap kondisi menyeluruh soal kehidupan manusia secara utuh, terhitung sejak 26 tahun terakhir.
Dalam studi ini Indonesia menduduki peringkat 131 dalam hal investasi di bidang pendidikan dan pelayanan kesehatan, yang merupakan bukti dari komitmen pemerintah dalam upaya pertumbuhan ekonomi. Indonesia satu peringkat di bawah Filipina (yang berada di peringkat 130) dan satu peringkat di atas Guinea Khatulistiwa.
"Temuan-temuan yang kami peroleh ini memperlihatkan adanya korelasi antara investasi dalam bidang pendidikan, kondisi kesehatan, peningkatan kondisi human capital serta pertumbuhan produk domestik bruto atau GDP, hal ini merupakan satu hal yang sering dilewatkan oleh para pembuat kebijakan," jelas Murray.
Di saat pertumbuhan ekonomi dunia sangat tergantung pada teknologi digital, dari agrikultur ke manufaktur lalu kepada industri jasa. "Human capital ternyata pada saat bersamaan juga semakin memainkan peranan penting dalam merangsang pertumbuhan ekonomi, baik untuk skala lokal maupun nasional," lanjutnya.
Indonesia yang menduduki peringkat ke-131 pada 2016 memperlihatkan juga adanya penurunan dari peringkat ke-130 pada 1996. Penurunan peringkat ini dilihat dari bagaimana situasi dan kondisi human capital selama 10 tahun terakhir.
Secara keseluruhan, penduduk Indonesia mencatat sekitar 41 dari 45 tahun adalah usia produktif, yang biasanya ada di rentang umur 20 hingga 64 tahun. Lamanya jenjang pendidikan mampu menempuh 11 tahun dari 18 tahun masa pendidikan sekolah; skor 70 untuk kemampuan belajar dan skor 57 untuk kesehatan yang produktif, keduanya dari skor acuan yang sama, yaitu 100.
Kemampuan belajar didasarkan pada skor rata- rata dalam setiap test yang dinilai menggunakan skor perbandingan internasional. Komponen-komponen pengukuran dalam hal kesehatan yang produktif meliputi masalah kekurangan gizi, anemia, ketidakseimbangan kognitif, berkurangnya kemampuan mendengar dan melihat, serta penyakit-penyakit menular lainnya seperti HIV/AIDS, malaria dan TBC.
Presiden Bank Dunia, Dr. Jim Yong Kim menjelaskan, pengukuran dan pemberian peringkat untuk masing-masing negara dalam lingkup human capital sangat menarik dan memudahkan untuk melakukan perbandingan data dalam jangka waktu tertentu. Sehingga diharapkan melalui studi ini dapat memberikan informasi dan wawasan soal kebutuhan kritis apa yang diperlukan untuk memperbaiki kondisi kesehatan dan pendidikan di suatu wilayah.
"Mengukur dan menyusun peringkat setiap negara berdasarkan kacamata human capital adalah penting dilakukan untuk membantu pemerintah memfokuskan perhatian mereka dalam melakukan investasi untuk warganya," ungkap Kim.
Dirinya menegaskan, human capital merupakan suatu keutuhan kondisi satu populasi yang ditinjau dari sisi kesehatan, keterampilan, pengetahuan, pengalaman kerja dan pola perilaku. "Ini merupakan sebuah konsep yang menyadari bahwa seluruh tenaga kerja mewakili situasi dan kondisi tersebut, serta kualitas pekerja dapat ditingkatkan dengan memperhatikan bagaimana kita melakukan investasi di setiap aspek yang berhubungan dengan kondisi mereka," tandasnya
Lebih Produktif
Yang menarik, para peneliti mencatat negara yang memiliki penanganan pada sektor human capital lebih sigap memiliki pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) yang lebih baik, rata-tara mereka memiliki pertumbuhan ekonomi 1,1 persen lebih tinggi. Sebagai contoh, antara 2015 dan 2016, pertumbuhan GDP dengan rasio sebesar 1,1 persen di Tiongkok setara dengan pertumbuhan pendapatan per kapita 163 dolar AS, sedangkan di Turki pendapatan per kapita yang tercatat adalah 268 dolar AS, dan Brazil dengan pendapatan per kapita sebesar 177 dolar AS.
Studi ini secara fokus menghitung masa produktif seorang individu di setiap negara dalam rentang usia 20 hingga 64 tahun, serta mempertimbangkan lamanya jenjang pendidikan yang ditempuh, apa saja yang dipelajari di sekolah, serta kesehatan mereka.
Perhitungan ini didasarkan pada analisa yang sistematis atas hasil dari 2.522 survei dan sensus yang menyajikan data lama masa sekolah, nilai dari tes bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, serta peringkat kesehatan yang dihubungkan dengan produktivitas ekonomi.
ima/R-1