Pemerintah terus menggenjot realisasi investasi di luar Jawa demi mendorong pemerataan ekonomi dan pembangunan.

Jakarta - Investasi di luar Jawa tumbuh signifikan dalam enam bulan pertama tahun ini. Bahkan, pada periode tersebut porsi investasi di luar Jawa lebih besar dibandingkan di Jawa.

Kementerian Investasi mencatat sepanjang Januari-Juni 2021, realisasi investasi di luar Jawa mencapai 228,2 triliun rupiah atau sekitar 51,5 persen dari realisasi nasional, sedangkan realisasi di Jawa sebesar 214,5 triliun rupiah atau sekitar 48,5 persen. Porsi investasi di luar Jawa tersebut meningkat dibandingkan semester I-2020 sebesar 48,1 persen.

"Ini supaya jadi pemahaman bahwa tidak ada pemerintah hanya urus di Jawa saja, tapi kita sudah urus di luar Jawa juga. Kita ngurus sampai Covid pun kita tempur," kata Menteri Investasi/ Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, dalam paparan realisasi investasi secara daring, Selasa (27/7).

Bahlil mengungkapkan pemerintah terus menggenjot realisasi investasi di luar Jawa demi mendorong pemerataan ekonomi dan pembangunan. Sejumlah strategi pun dilakukan agar banyak investor tertarik untuk menanamkan modal di luar Jawa, termasuk memberikan insentif yang lebih menarik.

Kedua, pemerintah juga menyelesaikan berbagai masalah perizinan di daerah. Pemerintah, lanjut Bahlil, juga terus memberikan kepastian soal stabilitas politik dan keamanan di daerah agar investor bisa terus merealisasikan investasinya.

Lebih lanjut, Bahlil mengungkapkan akan ada tiga negara, yakni Amerika Serikat (AS), Australia, dan Korea Selatan (Korsel) yang akan merealisasikan investasi cukup besar pada akhir 2021. "Investasi dari Australia cukup gede, dari Amerika yang akan masuk cukup gede juga. Kemudian, dari Korea juga akan masuk. Di 2021 akhir itu, mereka sudah melakukan realisasi. Tapi perusahaan apa dan berapa angkanya, nanti tunggu tanggal mainnya," katanya.

Bahlil menuturkan, sebagai hasil kunjungan kerjanya ke AS beberapa waktu lalu, pihaknya juga telah berhasil meraih investasi dari Cargill senilai 5,2 triliun rupiah. Cargill rencananya akan melakukan groundbreaking perluasan investasinya pada September atau Oktober mendatang.

Sementara itu, di sektor kesehatan, Bahlil juga mengundang investor-investor asal Negeri Paman Sam untuk bisa masuk ke Indonesia. Menurut dia, investasi di sektor kesehatan di Indonesia memiliki potensi yang besar karena pasar dalam negeri yang bagus.

"Kita tahu 90 persen alat kesehatan kita impor, bahan baku untuk kesehatan juga impor bahkan vaksin semua juga kita impor. Maka kemarin (saat kunker ke AS) kita coba buka akses itu, dan insya Allah beberapa perusahaan akan masuk untuk membangun industri di dalam negeri," katanya.

Genjot PMA

Pemerintah tidak bisa sertamerta mengandalkan investasi domestik saja di saat ekonomi tengah anjlok akibat pandemi. Namun, pemerintah juga perlu lebih gencar menarik investor asing atau foreign direct investment (FDI), khususnya di sektor teknologi dan produk inovasi.

"Penanaman modal asing (PMA) memang harus ditingkatkan karena kalau hanya mengandalkan investasi domestik tidak bisa menarik teknologi baru. Indonesia belum bisa menghasilkan produk yang nilai tambahnya tinggi," ujar Ekonom Makro Ekonomi dan Pasar Keuangan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Teuku Riefky, melalui keterangan di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Meski demikian, lanjut Riefky, mengundang investasi dari luar negeri masuk ke Tanah Air memang tak semudah membalikkan tangan. Apalagi, tingkat kemudahan berbisnis Indonesia juga masih belum begitu baik. Dalam tiga tahun terakhir, peringkat kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business (EoDB) Indonesia tertahan pada level 73.

Rendahnya peringkat tersebut menjadi acuan investor dalam menjadikan suatu negara menjadi tujuan investasi. Karena itu, menurutnya, jika ada investor yang menjadikan Indonesia sebagai tujuan investasi, seharusnya peluang tersebut tidak disia-siakan.

Baca Juga: