Jakarta - Bank Indonesia (BI) menilai investasi asing yang bersifat langsung atau foreign direct investment (FDI) masih diperlukan untuk menggenjot pertumbuhan perekonomian, terutama untuk pendanaan pembangunan infrastruktur yang masif di Tanah Air. Sebab, kinerja ekspor belum mampu diandalkan seiring melemahnya permintaan global, sementara konsumsi domestik cenderung stagnan.

"Indonesia telah diganjar layak investasi dari tiga lembaga pemeringkat internasional. Hal itu dapat meningkatkan minat investasi asing ke Indonesia," kata Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara melalui pernyataan tertulis diterima di Jakarta, Kamis (28/9).

Mirza menyampaikan hal tersebut didepan kalangan pengusaha dari negara bagian Amerika Serikat, Illinois, dalam Forum Bisnis Chicago 2017, Rabu waktu setempat. Dia mengatakan kebutuhan pendanaan infrastruktur di Indonesia sangat besar, mengingat Tanah Air merupakan wilayah dengan kondisi geografi yang luas. "Pendanaan infrastruktur tidak akan cukup jika hanya bersumber dari penerimaan pajak," katanya.

Terbitkan Kebijakan

Untuk mendukung masuknya investasi, lanjut Mirza, pemerintah Indonesia telah meluncurkan 15 paket kebijakan terkait reformasi struktural sejak 2015. Pemerintah juga, kata dia, telah mencabut lebih dari 3.000 regulasi yang dinilai menghambat proses investasi baik di tingkat pusat maupun daerah.

"Indonesia juga telah memangkas waktu perizinan di berbagai sektor ekonomi," ujarnya. Dengan dukungan kebijakan dan kemudahan perijinan, ujar Mirza, arus FDI, termasuk dari AS, diharapkan terus meningkat, untuk mendukung pertumbuhan perekonomian Indonesia. Menurut Rencana Panjang Jangka Menengah (RPJMN) 2015-2019 dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), kebutuhan pendanaan proyek infrastruktur mencapai 4.796 triliun rupiah.

Sementara Badan Pusat Statistik mencatat Pembentukan Modal Tetap Bruto atau investasi tumbuh 5,35 persen pada triwulan II-2017, lebih baik dari konsumsi rumah tangga 4,95 persen, ekspor 3,36 persen, impor 0,55 persen, bahkan konsumsi pemerintah yang tumbuh minus 1,93 persen.

Investasi berupa bangunan pada periode itu tumbuh seiring meningkatnya aktivitas di sektor konstruksi seperti pembangunan infrastruktur. Selain itu, investasi didukung realisasi belanja modal pemerintah pusat pada APBN 2017 sebesar 35,7 triliun rupiah, naik 4,36 persen dibandingkan periode sama 2016.

mad/Ant/E-10

Baca Juga: