Salah satu destinasi yang patut dikunjungi saat berada di Kabupaten Bone Bolango di Provinsi Gorontalo adalah Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Di taman nasional ini kita bisa beragam flora dan fauna unik yang tak dijumpai di tempat lain.

Bagi yang ingin menjelajahi hutan perawan Sulawesi bagian utara, Kabupaten Bone Bolango di Provinsi Gorontalo bisa menjadi tujuan. Di tempat ini terdapat Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW) yang memiliki luas 82.008,757 hektare.

TNBNW yang berada di Bone Bolango tepatnya berada di Kecamatan Suwawa dan Kecamatan Bonepantai. Nama Taman Nasional Bogani Nani Wartabone yang sedikit rumit bagi orang luar. Ternyata namai ini diambil dari seorang pahlawan yang berasal dari Provinsi Gorontalo yaitu H Nani Wartabone yang hidup antara 30 April 1907 - 3 Januari 1986.

TNBNW terletak pada ketinggian antara 50 - 1.900 mdpl dan areanya membentang dari barat ke timur dan dikelilingi oleh lembah-lembah yang sempit dan lereng bukit yang terjal. Di sini mengalir sekitar 20 sungai yang menjadi sumber air bagi kehidupan sehari-hari masyarakat disekitarnya.

Area TNBNW cukup penting secara ekologis karena menjadi wilayah tangkapan air serta sumber air yang utama bagi wilayah sekitar Kota Gorontalo, Kabupaten Bone Bolango, dan Kabupaten Bolaang Mongondow (Sulawesi Utara). Selain itu taman nasional ini menjadi tempat konservasi bagi beraneka ragam kekayaan flora dan fauna dari berbagai spesies.

Berada di garis imajiner Wallace, Sulawesi merupakan tempat bertemunya margasatwa dan tumbuhan khas dari daratan Asia dan Australia. Inilah mengapa kawasan ini menyimpan kekayaan hayati endemik dan unik yang hanya hidup di taman nasional tersebut.

Laman boganinaniwartabone.org menyebut terdapat 331 jenis vegetasi hutan (pohon, palem, paku, memiliki 400 jenis pohon, 241 jenis tumbuhan tinggi, 120 jenis epifit, 100 jenis tumbuhan lumut, dan 90 jenis tanaman obat-obatan.

Terdapat juga 24 jenis anggrek termasuk famili orchidaceae (anggrek putri). Tumbuhan endemic kawasan ini adalah Palem Matayangan (Pholidocarpus ihur), Kayu Besi (Intsia spp.), Kayu Hitam (Diospyros celebica), Kayu Kuning (Arcangelisia flava), dan Bunga Bangkai (Amorphophallus campanulatus).

Faunanya juga cukup banyak, memiliki 206 jenis burung (aves), 36 jenis mamalia, 40 jenis reptilia, 13 jenis amfibia, 200 jenis kupu-kupu (Lepidoptera Rhopalocera), 1.395 jenis kepik (Hemiptera), 128 jenis laba-laba (Arachnida), 16 jenis capung (Odonata), 19 jenis belalang (Orthoptera: Acridoidea), dan 25 jenis ikan air tawar.

Ada 24 spesies mamalia, 125 spesies unggas, 11 spesies reptilia, 2 spesies amfibia, 38 spesies kupu-kupu, 200 spesies kumbang dan 19 spesies ikan. Sebagian besar satwa yang ada merupakan satwa khas/endemik pulau Sulawesi yang khas.

Monyet hitam/yaki (Macaca nigra nigra), monyet dumoga bone (Macaca nigrescens), tangkasi (Tarsius spectrum spectrum), musang Sulawesi (Macrogalidia musschenbroekii), anoa besar (Bubalus depressicornis), anoa kecil (Bubalus quarlesi), dan babirusa (Babyrussa celebensis) adalah beberapa contoh satwa endemik itu.

Satwa terbang yang menjadi maskot taman nasional adalah maleo (Macrocephalon maleo), dan kelelawar bone (Boneia bidens) merupakan satwa endemik taman nasional ini. Ukuran badan burung maleo hampir sama dengan ayam, namun telurnya 6 kali berat telur ayam.

Keunikan lain maleo menetaskan telur dengan meletakkannya di dalam tanah atau pasir sedalam 30-40 sentimeter yang berdekatan dengan sumber air panas. Keluarnya anak maleo dari dalam tanah, larinya anak maleo ke alam bebas atau mengintip induknya yang sedang menggali lubang, merupakan salah satu atraksi satwa yang menarik bagi para wisatawan.

Pengamatan maleo dapat dilakukan di Sanctuary Maleo Hungayono di Desa Tulabolo, Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Kabupaten Bone Bolango. Lokasi tersebut berupa alam hutan primer yang indah dan sejuk, padang alang-alang, dan gua kapur.

Di sini aktivitas yang dapat dilakukan adalah mengamati perilaku burung maleo pada saat bertelur, mencari telur burung maleo, memindahkan telur yang diperoleh ke bak penetasan dan melepasliarkan anakan burung maleo.

Untuk memberikan layanan bagi wisatawan minat khusus, pengelolaan Sanctuary Maleo saat ini juga telah mencoba berkolaborasi dengan kelompok masyarakat yang ada di sekitar lokasi. Mereka mengembangkan paket wisata andalan dengan nama Foster Parent.

Paket wisata Foster Parent atau orang tua asuh maleo merupakan salah satu upaya yang dilakukan Balai TNBNW untuk mengajak lebih banyak pihak, khususnya masyarakat baik dari dalam negeri maupun luar negeri untuk mau peduli dan ikut berperan serta pelestarian maleo.

Dalam pelaksanaannya, program Orang Tua Asuh Maleo ini akan dikelola oleh kelompok masyarakat yang sudah dibentuk oleh Balai TNBNW untuk mengelola wisata di Sanctuary Maleo.

Program orang tua asuh maleo secara resmi diluncurkan pada 20 Juli 2018 pada acara peresmian dilakukan oleh Dirjen KSDAE di lokasi Sanctuary Tambun. Sebagai orang tua asuh maleo pertama adalah Ir Wiratno, MSc (Dirjen KSDAE), Dr H Hamim Pou, S Kom., MH (Bupati Bone Bolango) dan Dra Hj Yasti Soepredjo (Bupati Bolaang Mongondow).

Setiap masyarakat yang menjadi orang tua asuh maleo dapat mengikuti rangkaian kegiatan dalam rangka program orang tua asuh maleo, antara lain Amati, Cari dan Gali, Timbun Kembali, Menanti, Lepas Lagi dan Donasi.

Amati adalah aktivitas mengamati dilakukan pada waktu maleo akan bertelur, yakni sekitar pukul 05.00 sampai pukul 10.00 WITA. Pada lokasi atau menara-menara pengintai yang telah disediakan. Dengan demikian, bagi masyarakat yang berniat menjadi orang tua asuh maleo disarankan untuk menginap di homestay yang sudah disiapkan kelompok masyarakat maupun di guest house yang ada di Sanctuary Maleo Tambun.

Cari dan Gali dan gali berupa mengamati kedatangan pasangan maleo yang akan bertelur di lokasi peneluran. Selanjutnya orang tua asuh dapat mengikuti petugas taman nasional untuk mencari dan menggali telur-telur maleo di dalam lubang peneluran.

Timbun Kembali dilakukan setelah berhasil memperoleh telur maleo dari lubang peneluran. Selanjutnya harus memindahkannya ke dalam bak penetasan semi alami (hatchery). Tujuan dari penimbunan kembali ini adalah untuk menetaskan telur maleo dengan kondisi yang lebih aman dari gangguan predator.

Menanti adalah masa inkubasi telur maleo adalah selama kurang lebih 60-80 hari. Selama masa inkubasi sampai pada hari menetasnya telur asuhnya, petugas akan memberikan kabar kepada orang tua asuh dalam bentuk laporan singkat dan dokumentasi dalam bentuk foto atau video.

Lepaskan lagi dilakukan setelah telur menetas, petugas akan menawarkan kepada orang tua asuh maleo untuk ikut melepasliarkan anakan maleo asuhannya atau cukup dengan hanya mewakilkan kepada petugas. Anakan maleo yang menetas tersebut akan dilepasliarkan kembali ke dalam hutan TNBNW.

"Bagi orang tua asuh yang tidak bisa mengikuti proses pelepasliaran anakan maleo asuhannya, maka petugas akan membuatkan dokumentasi dalam bentuk foto atau rilis video dan mengirimkannya kepada orang tua asuh tersebut," tulis laman tersebut.

Donasi dilakukan bagi masyarakat yang berminat untuk menjadi orang tua asuh maleo. Mereka berkewajiban membayar sejumlah uang sebagai donasi untuk konservasi maleo. Besarnya donasi tersebut ditetapkan oleh kelompok masyarakat yang menjadi pengelola Sanctuary Maleo. hay/I-1

Baca Juga: