Badan intelijen Korsel menyatakan bahwa Korut mungkin akan melakukan uji coba nuklir berikutnya setelah pemilihan presiden AS pada November mendatang karena memiliki opsi lain untuk melakukan provokasi.

SEOUL - Seorang anggota parlemen Korea Selatan (Korsel) pada Kamis (26/9) mengatakan bahwa Korea Utara (Korut) mungkin akan melakukan uji coba nuklir ketujuh setelah pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) pada November mendatang. Pernyataan anggota parlemen Korsel itu diungkapkan dengan mengutip informasi dari badan intelijen Korsel.

"Karena Korut memiliki pilihan lain untuk melakukan provokasi seperti uji coba misil balistik antarbenua atau peluncuran satelit, maka uji coba nuklirnya akan dilakukan setelah pemilihan umum AS," kata anggota parlemen Lee Seong-Kweun dari Partai Kekuatan Rakyat yang berkuasa dan Park Sun-won dari Partai Demokrat yang beroposisi kepada parlemen, dengan mengutip informasi dari Badan Intelijen Nasional (NIS).

Jika benar-benar dilaksanakan maka uji coba ini akan menjadi yang pertama dilakukan Korut sejak tahun 2017. Korut tercatat melakukan uji coba nuklir pertamanya pada tahun 2006 dan keenam uji coba nuklir itu dilakukan di bawah tanah.

Mengenai pengungkapan fasilitas pengayaan uranium Korut untuk pertama kalinya bulan ini, NIS mengatakan bahwa Pyongyang tampaknya memikirkan pemilihan umum AS, tetapi bisa jadi mereka juga mencoba untuk menanamkan kepercayaan diri kepada masyarakat di dalam negerinya yang sedang berjuang melalui keterpurukan ekonomi.

Korut mengungkapkan rincian fasilitas pengayaan uraniumnya untuk pertama kalinya bulan ini, dengan pemimpin Kim Jong-un menyerukan untuk meningkatkan jumlah sentrifugal untuk pengayaan uranium sehingga dapat membangun persenjataan nuklir untuk pertahanan diri.

Media pemerintah Korut saat melaporkan fasilitas tersebut, tidak mengungkapkan di mana lokasinya atau kapan Kim Jong-un mengunjunginya. Namun, NIS mengatakan bahwa fasilitas yang dilaporkan oleh media pemerintah itu kemungkinan besar adalah kompleks nuklir Kangson di dekat Ibu Kota Pyongyang, meskipun mengakui bahwa sulit untuk memberikan jawaban yang pasti, menurut para anggota parlemen.

Badan intelijen Korsel juga mengatakan bahwa uji coba peluncuran misil balistik taktis Korut pada 18 September lalu bertujuan untuk memverifikasi kemampuan serangan presisi. "Ada sedikit peningkatan (presisi) dibandingkan sebelumnya," ungkap NIS seraya mengatakan bahwa salah satu dari dua misil yang ditembakkan berhasil mencapai target dan menambahkan bahwa badan tersebut mengakui bahwa misil tersebut merupakan ancaman besar bagi keamanan Korsel, kata para anggota parlemen.

NIS juga mengatakan bahwa hubungan Korut-Russia membaik dan menguat secara signifikan dan terus menerus dan bahwa mereka mengamati dengan seksama dengan keprihatinan tentang dukungan ekonomi Russia untuk Korut, termasuk soal pasokan minyak sulingan.

"Kami sangat prihatin dan mengamati kerjasama teknis seperti satelit pengintaian sebagai kompensasi atas pasokan senjata Korut," kata badan intelijen Korsel itu, seperti dikutip oleh para legislator.

Produksi Senjata

Dalam laporannya, NIS juga melaporkan bahwa Korut memiliki sekitar 70 kilogram plutonium dan sejumlah besar uranium yang sangat diperkaya (highly enriched uranium/HEU) yang cukup untuk membuat puluhan senjata nuklir.

"Korut memiliki cukup plutonium dan uranium untuk memproduksi sedikitnya dua digit senjata nuklir," kata Lee Seong-kweunyang saat ini juga duduk di komite intelijen parlemen.

Pada Juli lalu, sebuah laporan oleh Federasi Ilmuwan Amerika menyimpulkan bahwa Pyongyang mungkin telah memproduksi cukup bahan fisil untuk membangun hingga 90 hulu ledak nuklir dan mungkin saat ini telah merakit sekitar 50 hulu ledak nuklir.

Sejauh ini Pyongyang mengatakan persenjataan nuklir dan misil balistiknya diperlukan untuk melawan ancaman dari AS dan sekutunya. Sedangkan menurut Lee pengembangan persenjataan Korut itu sebagai masalah gengsi nasional dan bukti kekuatan negara.

Pernyataan Lee itu dilontarkan karena Majelis Rakyat Tertinggi Korut akan mengadakan sidang pada tanggal 7 Oktober di Pyongyang. Pada pertemuan SPA terakhir yang diadakan pada Januari lalu, Kim Jong-un telah menyerukan amandemen konstitusi yang akan memandang Korsel sebagai musuh utama Korut.

"Selama sesi sidang tersebut, pihak Korut mungkin akan mengubah konstitusinya dan mengambil langkah-langkah lanjutan untuk menarik batas-batas baru dengan pihak Korsel," kata Lee.ST/KBS/RFA/I-1

Baca Juga: