Integrated farming untuk sorgum perlu dikembangkan lagi, mulai dari penambahan luasan lahan hingga inovasi teknologi.

JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) mendorong pengembangan sorgum berbasis integrated farming. Hal ini sebagai upaya memperkuat sektor pertanian menghadapi tantangan pangan global pada 2023 yang cukup berat sehingga ketersediaan pangan dan perekonomian masyarakat tetap terjamin.

"Pertanian adalah sektor yang paling menguntungkan. Karena semakin dilanda krisis, harga produk-produk pertanian bisa semakin naik. Oleh karena itu, hari ini kita ulang semua dan Bupati Konawe Selatan harus menjadi pelopornya," tegas Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, melalui keterangannya saat melakukan penanaman Sorgum pada lahan integrated farming ternak ayam buras Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Minggu (29/1).

Menurut Mentan, integrated farming yang sudah berjalan saat ini tidak boleh biasa-biasa saja. Namun harus dilakukan pengembanganya yakni ditambah luasan penanaman sorgum dan peternakannya, tentunya harus menghadirkan inovasi baru dan penerapan teknologi pertanian modern dari hulu hingga hilir, bahkan termasuk pasarnya.

"Modal yang digunakan untuk tanam sorgum adalah setengah dari modal tanam jagung. Begitu pun untuk pupuk dan air yang digunakan hanya butuh 50 persen dari pada menanam jagung, begitu pun perawatannya. Seandainya modal untuk menanam jagung delapan juta maka sorgum hanya empat juta," terangnya.

"Saya meminta kepada Himbara untuk bisa memberikan modal berupa pinjaman kepada para petani ini. Dunia sedang tidak baik baik saja, jadi jangan takut untuk mengembangkan integrated farming ini," tambahnya.

Pada kegiatan ini, Mentan pun mengunjungi peternakan ayam buras yang diintegrasikan dengan sorgum. Dia memuji Pak Ulun, peternak yang sudah maju karena bisa membuat pelet sendiri atau pakan untuk ternaknya, sehingga menjadi solusi menekan biaya karena salah satu persoalan ayam dan sapi ada pada pakannya yakni biayanya mencapai 70 persen.

Lebih lanjut, dirinya berharap untuk bisa menyempurnakan integrated farming yang sudah ada yakni dengan menghasilkan bibit sendiri. Hasil budi daya sorgum di Desa Alebo ini 50 hektare, harus bisa dijadikan bibit untuk menaman sorgum di musim tanam berikutnya.

Produk Olahan

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Suwandi, mengatakan sorgum merupakan komoditas pangan yang relatif mudah dibudidayakan, sedikit butuh air. Ada beberapa varietas sorgum yaitu numbu, kawali, pahat, samurai-1, samurai-2, super-1, super-2, suri-4, Bioguma, Soper dan hingga saat ini sorgum sudah ditanam di wilayah NTT, NTB, Jatim, Jateng, Lampung, Sultra, dan lainnya.

"Alat olah sorgum terutama penyosoh, penepung, dengan hasil olahan bisa berupa beras sorgum, tepung untuk kue basah, kue kering, cendol, dan lainnya. Manfaat lainnya, seperti daun untuk pakan, batang untuk pakan dan bioetanol. Bahkan, sorgum galur biotrop di Jombang batangnya diolah menjadi gula merah, gula putih, gula cair," jelasnya.

Untuk diketahui, beberapa varietas sorgum adalah varietas Numbu dan Benih asal Balitbang Maros Sulawesi Selatan dan untuk luas tanam sorgum di Konawe Selatan seluas 108 hektare.

Baca Juga: