PURWOKERTO - Pada tahun 2014 Susanti menderita kanker usus stadium 3. Ia adalah seorang dosen di Fakultas Farmasi Universitas Muahmmadiyah Purwokerto. Selama menjadi dosen, jauh sebelum ia mengetahui dirinya mengidap kanker usus, ia memang sudah menekuni penelitian soal kanker.

Nah, dia merasa sangat heran mengapa di usianya yang belum menyentuh angka 60-70 tahun dapat terkena penyakit kanker. Akhirnya ia memutuskan berobat di Yogyakarta. Padahal di saat yang sama sebenarnya dia harus melanjurkan studi doktoralnya di Australia.

Demi pengobatan di Yogya dia batal ke Australia. Tapi tawaran beasiswa justru kembali datang, kali ini dari Islamic Development Bank untuk kuliah di School of Medicine Nottingham University, UK.

Diceritakan dalam rilis pers Muhammadiyah pada Kamis (17/6), Ciptoaji, suami Susanti, kali ini mendukung Susanti agar kembali menerima beasiswa sekaligus melakukan riset sekaligus menyingkap misteri kanker usus pada usia di bawah 60-70 tahun.

Tren global menunjukkan pasien kanker usus di usia muda berkisar 8%. Sementara untuk kasusnya di Indonesia jauh lebih tinggi berkisar 35-40%. Selain itu, sekitar 20% pasien muda kanker usus diketahui akibat kelainan genetik. Sementara 80% lainnya karena faktor yang belum jelas sehingga memotivasi Susanti untuk lebih jauh menyingkap misteri ini.

Bagi Susanti meriset kanker usus sangat bermanfaat agar bisa mendeteksi dini sebelum jauh lebih parah. Dengan diagnostik yang cepat, pasien kanker usus bisa terbantu mendapatkan pengobatan yang sesuai dengan kondisinya. Bila menderita kanker usus karena faktor genetik, anggota keluarga lain dapat segera mendapatkan deteksi dini untuk pencegahan.

Karena kegigihannya Susanti dan timnya di perusahaan rintisan bernama PathGen Diagnistik Teknologi akan mewakili Indonesia di ajang inovasi sosial startup dari Extreme Tech Challenge pada 22 Juli mendatang di California, Amerika Serikat.

Baca Juga: