YOGYAKARTA - Keterbatasan jumlah oksigen medis mulai dialami Indonesia seiring terjadinya ledakan kasus Covid-19 yang berlangsung pada bulan Juli 2021 ini. Ledakan kasus Covid-19 yang terjadi di tanah air sejak Juni 2021 lalu menyebabkan kebutuhan oksigen medis meningkat.

Di tengah keterbatasan yang terjadi, Jayan Sentanuhady dan Eka Firmansyah, dari Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada (UGM) menggagas pengembangan alat bantu produksi oksigen untuk skala bangsal rumah sakit.

"Alat ini nanti diharapkan bisa membantu pasien di rumah-rumah sakit yang sedang membutuhkan oksigen, tetapi yang akan kami kembangkan bukan untuk skala kecil atau perseorangan tetapi untuk 5-6 orang sekaligus dalam satu bangsal," ujarnya, di Departmen Teknik Mesin & Industri, Fakultas Teknik UGM, Jumat (9/7).

Jayan menjelaskan ada beberapa cara untuk membuat oksigen dan salah satu paling bagus selama ini adalah teknik cryogenic. Teknik cryogenic ini melalui proses panjang dengan pendinginan ekstrem. Dengan teknik cryogenic ini bisa dihasilkan kemurnian oksigen hingg 99 persen, cuma teknik ini sulit dan mahal.

Teknik lain yang yang lebih murah dan sederhana dari teknik cryogenic adalah dengan teknik PSA (Pressure Swing Adsorption). Tetapi teknik PSA ini hanya mampu menghasilkan kemurnian oksigen dengan hingga 96 persen itupun dengan flow rate yang rendah. "Inilah salah satu kelemahan sistem PSA, kemurnian oksigen sangat dipengaruhi oleh flow rate," ungkap Jayan.

Apakah oksigen hasil Teknik PSA yang dikembangkan UGM sama dengan oksigen medis atau industri? Jayan menjelaskan bahwa oksigen hasi dari PSA dan teknik lain ya akan sama saja, proses dan teknik pembuatan yang digunakan hanya memengaruhi kemurnian saja. Oksigen medis dan non-medis hanya dibedakan alat-alat yang digunakan dalam proses. Misalnya kalau kompresornya tidak oil free maka akan masuk klasifikasi oksigen industri hasil dari proses tersebut.

Bahkan, kata Jayan, oksigen dengan teknik PSA ini saat ini sudah dijual di pasaran untuk perseorangan dengan harga relatif murah. Hanya saja, ia menandaskan, yang akan dikembangkan ini bukan untuk perseorangan tetapi yang kapasitasnya lebih besar lagi.

Jayan menjelaskan teknik PSA lebih murah karena prosesnya lebih sederhana dan hanya butuh kompresi dan adsorpsi serta tekanannya yang dirubah-rubah atau dibolak balik. Meski harga murah dan simpel, teknik ini mendapat tingkat kemurnian oksigen yang sudah cukup bagi kebutuhan pasien.

"PSA kan hanya 95 tingkat kemurniannya, tapi 95 itu sudah cukup bagi pasien, kan kalau kita sakit, dokter tidak akan memberikan 95 persen oksigen itu ke kita, tetapi pasti diencerkan dengan udara sampai persentase oksigen yang dibutuhkan pasien", paparnya.

Ia mengakui untuk membuat alat bantu oksigen ini tidak semulus yang dibayangkan. Salah satu kendala yang dihadapi yaitu alat bantu ini untuk pernafasan manusia maka harus melalui medical grade. Semua harus melalui itu, baik dari mulai kompresor, tubing, tabung dan komponen-komponen lainnya. Misal kompresor type oli free harganya cukup mahal dan relatif susah untuk mendapatkannya bila dibandingkan dengan kompresor type pelumas.

Baca Juga: