Batam - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Ditjen PSDKP) secara berkala memberikan pemahaman nelayan agar tidak melakukan kegiatan penangkapan ikan secara ilegal di negara lain, salah satunya Malaysia.

"Sosialisasi dilakukan di kantong-kantong nelayan pelintas batas yang tersebar di beberapa lokasi, tidak hanya di perbatasan Perairan Indonesia-Malaysia, namun juga di daerah-daerah perbatasan Perairan Australia, Papua Nugini, Thailand dan Myanmar," kata Ketua Tim Kerja Pengenaan Sanksi Administrasi, Direktorat Penanganan Pelanggaran KKP Basri ditemui di Batam, Kepulauan Riau, Sabtu.

KKP mencatat jumlah nelayan yang ditangkap karena melintas batas perairan terbanyak di Malaysia, di tahun 2024 sampai dengan 7 Oktober tercatat sebanyak 164 nelayan Indonesia ditangkap oleh Polisi Laut Malaysia, 2 orang ditangkap di Thailand, 19 orang di Papua Nugini, 7 orang di Myanmar dan 1 orang di Autralia.

Menurut Basri, persoalan nelayan melanggar lintas batas tidak hanya terjadi di wilayah Kepri saja, tapi di sejumlah daerah yang berbatasan dengan negara-negara tetangga, seperti di Sumatera dari Aceh sampai Riau, lalu di Sulawesi dan pulau-pulau lainnya.

Namun, lanjut dia, yang terbanyak penangkapan terjadi di Selat Malaka, dan kebanyakan nelayan dari Deli Serdang, Belawan, Sumatera Utara.

Basri menyebut, ada banyak faktor penyebab nelayan tertangkap, selain karena minimnya pemahaman nelayan tradisional akan batas wilayah, tidak memiliki alat GPS untuk mengetahui batas wilayah, karena menggunakan kapal tradisional, ada juga yang karena modus tertentu terlibat penyelundupan seperti pekerja ilegal, narkoba dan barang lainnya.

"Jadi enggak nelayan murni, ada juga yang melakukan penyeludupan ada juga modusnya tenaga kerja ke sana," katanya.

Antara Indonesia dan Malaysia memperketat pengawasan wilayah maritimnya, selain banyak nelayan yang ditangkap karena melintas batas. Petugas Laut Indonesia juga tidak sedikit menangkap kapal-kapal berbendera Malaysia yang melakukan aktivitas penangkapan ikan ilegal di perairan Indonesia.

"Sebenarnya kalau dibilang Malaysia aktif patroli laut, Indonesia juga aktif karena banyak juga kapal Malaysia yang kami tangkap, jadi kedua belah pihak saling menegakkan aturan masing-masing. Jadi bukan kapal Indonesia saja yang ditangkap, Malaysia juga banyak ditangkap," katanya.

Berdasarkan catatan KKP, jumlah awal kapal asing yang masih diproses sampai 7 Oktober sebanyak 85 orang, dengan rincian di Pangkalan PSDKP Batam 49 orang, Pangkalan PSDKP Bitung 33 orang, Pangkalan PSDKP Tual 1 orang dan Stasiun PSDKP Tarakan 2 orang.

Pada 2024 ini, kata dia, KKP bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri untuk memberikan pemahaman berkala kepada nelayan-nelayan pelintas batas. Sebanyak 150 nelayan di wilayah Sumut, diberikan pemahaman dalam bentuk kampanye agar mereka tidak melakukan lintas batas.

Fokus saat ini di wilayah yang paling banyak kejadian nelayan ditangkap oleh polisi laut negara tetangga. Seperti di Selat Malaka. KKP juga menjalin kerja sama dengan negara-negara tetangga untuk memberikan pemahaman kepada nelayan. Tahun ini kerja sama dengan Australia untuk sosialisasi di wilayah Timur Indonesia.

Selain sosialisasi, lanjut dia, KKP dan stakeholderlaut lainnya melakukan pengawasan rutin melalui program patroli terkoordinasi.

"Bagaimana mecegahnya, kami secara rutin melakukan pengawasan sumber daya perikanan, kelautan untuk di Selat Malaka mencegah terjadinya nelayan pelintas batas, ilegal fishing di perbatasan. Ada program patroli terkoordinasi dengan stakholder lain dan Malaysia, ada dilakukan TNI AL dengan Malaysia, dengan PSDKP dilibatkan untuk melakukan pengawasan terkoordinasi bersama-sama mencegah seperti ini," kata Basri.

Sebelumnya, berdasarkan data dari Badan Pengelolaan Perbatasan Daerah (BPPD) Kepri kasus nelayan Kepri ditangkap oleh Agensi Penguatkuasa Maritim Malaysia (APMM) selama rentang waktu empat tahun terakhir, yakni dari 2020 sampai 2024 terjadi beberapa kali penangkapan.

Tahun 2020 sebanyak 2 kali kejadian, tahun 2021 sebanyak enam kejadian dengan 6 nelayan ditangkap, pada 2022 sebanyak empat kejadian, dengan 4 nelayan, dan 2023 sebanyak 13 kejadian.

Kemudian, pada2024, terjadi 3 kejadian yakni April, kemudian di Agustus dan Oktober ini ada 4 nelayan Bintan yang ditangkap APMM.

Baca Juga: