YOGYAKARTA - Selama olahraga rutin, terjadi penurunan respons peradangan dan hormon stres, serta peningkatan limfosit, sel NK, sel B imatur dan monosit, sehingga mencegah infeksi, termasuk Covid-19.

Olahraga rutin dengan intensitas sedang akan merangsang pertukaran sel darah putih antara sistem peredaran darah dan jaringan sehingga mengurangi morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) akibat infeksi pernapasan akut.

Demikian diungkapkan Prof. Dr. dr. BM Wara Kushartanti, M.S. dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar bidang Pendidikan Olahraga Kesehatan pada Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta belum lama ini.

Menurut Wara dalam siaran pers yang diterima Koran Jakarta, Kamis (29/7), peran olahraga adalah mengurangi sitokin pro inflamasi dan meningkatkan sitokin anti inflamasi, sehingga badai sitokin dan peradangan parah tidak terjadi.

Lebih dari itu, tambah Wara, olahraga juga akan mengencerkan darah dan mencegah koagulasi darah sehingga mencegah terjadinya penyumbatan aliran darah yang menjadi penyebab kematian utama pada infeksi Covid-19.

Dalam pidato pengukuhan berjudul Olahraga dan Kekebalan Terhadap Covid-19 tersebut Wara mengatakan Coronavirus dibentuk oleh seuntai rantai tunggal RNA, dan termasuk dalam genus Betacoronavirus, garis keturunan B dan subgenus Sarbecovirus.

"Semua Coronavirus tersebut menimbulkan gangguan utama pneumonia dengan radang pada kantong udara (alveolus) yang merata sehingga menyebabkan sindrom gangguan pernafasan akut," paparnya.

Sistem kekebalan tubuh manusia, tambah dia, baik yang bawaan maupun yang adaptif akan melawan masuknya virus tersebut, dan terjadi 'peperangan' antara virus dan sistem kekebalan tubuh.

Corona virus yang sesederhana, dan bahkan belum cukup untuk dianggap sebagai makhluk hidup, dipersenjatai juga dengan kemampuan menyelamatkan diri, dengan mengeluarkan enzim sehingga bisa menembus penghalang fisik.

Strategi lain dilakukan dengan cepat bermutasi dan mengubah protein pada selubung virus dan paku (spike). Ada juga strategi menutup antigen dengan molekul inang sehingga tidak terdeteksi oleh sistem kekebalan dan tidak dianggap sebagai benda asing.

Wanita kelahiran 16 Mei 1958 tersebut menjelaskan, meskipun data tentang jenis olahraga untuk meningkatkan respons imun terhadap Covid-19 masih terbatas, namun ada bukti bahwa tingkat kejadian ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas) dan kematian akibat ISPA lebih rendah pada mereka yang melakukan olahraga secara teratur.

Latihan fisik dengan intensitas sedang akan meningkatkan aktivitas anti-patogenik dan sirkulasi makrofag, imunoglobulin dan sitokin anti-inflamasi, sehingga mengurangi beban patogen dan kerusakan pada paru.

Sebaliknya, olahraga berat justru akan bertindak sebagai imunosupresi, sehingga akan memperparah penyakit. Latihan fisik yang berlebihan akan memberi dampak buruk karena berlimpahnya oksigen aktif (oksidan) pada keadaan normal, tubuh memproduk enzim penawar oksigen aktif yaitu Superoksida Dismutase (SOD).

Olahraga berat justru akan bertindak sebagai imunosupresi, sehingga akan memperparah penyakit (Gleeson, 2011). Latihan fisik yang berlebihan akan memberi dampak buruk karena berlimpahnya oksigen aktif (oksidan) pada keadaan normal, tubuh memproduk enzim penawar oksigen aktif yaitu Superoksida Dismutase (SOD).

Dosen dengan keahlian kesehatan olahraga tersebut menyimpulkan bahwa menjaga fisik tetap aktif di saat isolasi sosial harus dilakukan oleh semua orang, karena aktivitas/latihan fisik terbukti dapat mencegah terkena infeksi Covid- 19, mengendalikan sistem kekebalan saat terinfeksi, dan memulihkan dengan cepat pasca infeksi.

Baca Juga: