INTAN JAYA - Pada hari Sabtu (6/3), di Kampung Pesiga, Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Papua, terjadi kontak tembak antara Tim Alap-alap TNI dengan anggota Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB). Satu orang anggota KKSB dilaporkan tewas. Tapi, pihak KKSB mengklaim yang tewas adalah warga sipil.

Menanggapi itu, dengan tegas Kepala Penerangan (Kapen) Kogabwilhan III Kolonel Czi IGN Suriastawa, mengatakan korban kontak tembak di Kampung Pesiga, Distrik Sugapa adalah anggota KKSB. Dari aksinya dalam kontak tembak dan barang bukti yang didapat, dipastikan bahwa korban adalah anggota KKSB.

"Wajah, ciri, dan atribut korban seperti gelang dan cincin sama dengan foto-foto yang ada di telepon genggamnya dan itu menjadi bukti kuat bahwa yang bersangkutan adalah anggota KKSB,"tegas Kolonel Suriastawa dalam keterangan tertulisnya yang diterima Koran Jakarta, Senin (8/3).

Kolonel Suriastawa menambahkan, setiap terjadi kontak tembak, dan ada korban di pihak KKSB, mereka selalu memposting di media sosial dengan mengklaim korban adalah warga sipil. Modus itu adalah cara yang digunakan KKSB untuk membentuk opini dan menyudutkan aparat TNI dan Polri. Bakany Pemerintah Indonesia terkait aksi mereka di Papua.

Tidak hanya itu, lanjut Kolonel Suriastawa, di medsos, para pentolan KKSB ini juga sering menyebarkan menyesatkan, bahwa mereka berhasil menembak mati puluhan personel TNI dan Polri. Bahkan untuk meyakinkan mereka menyebut waktu dan tempat tertentu agar seolah-olah benar terjadi. "Padahal berita tersebut bohong," katanya.

Padahal, kata Kolonel Suriastawa, untuk mengetahui kebenaran jatuhnya korban dari TNI atau Polri sangatlah mudah. Karena TNI dan Polri adalah alat negara resmi yang tertib administrasinya. Satu personel saja gugur, pasti akan diikuti dengan proses administrasi yang jelas.

"Semuanya jelas dari mulai evakuasi korban, pemakaman sampai dengan pemenuhan hak-hak korban dan ahli warisnya,"ungkapnya.

Menurutnya, penyebaran berita bohong dari KSB bertujuan memprovokasi, mengintimidasi sekaligus membentuk opini bahwa gerakan sayap bersenjata mereka selalu unggul. Dan sebaliknya, setiap korban yang jatuh akibat kontak tembak dan aksi penindakan dari TNI atau Polri, semaksimal mungkin diklaim sebagai warga sipil.

"Tujuannya untuk membentuk opini dunia dengan menyudutkan TNI atau Polri dan pemerintah Indonesia," ujarnya.

Baca Juga: