YOGYAKARTA - Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi produsen kelapa terbesar dunia di atas Filipina, India, dan Brazil. Dengan kondisi geografis yang mendukung, buah kelapa menjadi salah satu komoditas unggulan masyarakat Indonesia sehingga disebut sebagai tanaman rakyat.

Permintaan produk-produk berbasis kelapa masih terus meningkat baik untuk ekspor maupun pasar dalam negeri. Industri turunan kelapa yang masih dikembangkan salah satunya adalah Virgin Coconut Oil (VCO). Di daerah Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terdapat produsen minyak kelapa rumahan yang telah memiliki konsumen pasar cukup besar.

Produsen tersebut mengolah kelapa menjadi VCO tiap hari. Namun, produsen mengeluhkan produksi tersebut karena ternyata menciptakan permasalahan yaitu produk sampingan pengolahan minyak kelapa yang tidak termanfaatkan.

Produk sampingan ini tidak dapat dikonsumsi dan apabila tidak diolah akan menyebabkan pencemaran terutama di lingkungan produksi baik air ataupun udara yang disebabkan zat kimia serta aroma yang menyengat yang dihasilkan, hingga saat ini produk sampingan hanya terkumpul menjadi limbah.

Dari sini sekelompok mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) merekayasa limbah tersebut untuk dijadikan sabun antibakteri. Mereka adalah Khoir Nur Arifah prodi Manajemen, Larasati Nindya Ismana prodi Pendidikan Biologi, Muhammad Naufal Majid prodi Pendidikan Kimia, Nur Mahsun Asqallany Ramadhan prodi Pendidikan Bahasa Inggris, Lolita Paramesti Nariswari prodi Ilmu Komunikasi, Afif Oktavia Putri Sakti prodi Pendidikan Fisika, dan Bagas Isdiyantara Putra prodi Biologi.

Menurut Khoir Nur Arifah berdasarkan beberapa artikel dan penelitian yang telah dilakukan ternyata limbah pemurnian minyak kelapa tersebut mengandung beberapa zat yang bermanfaat bagi tubuh manusia dan setelah dilakukan serangkaian proses dapat dihasilkan minyak kelapa kembali.

"Hasil pemurnian tersebut dapat digunakan sebagai campuran bahan makanan, produk kesehatan, kosmetik dan bahkan bisa digunakan sebagai bahan utama pembuatan sabun," kata Nur.

Diungkapnya bahwa industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa.

Oleh karena itu, minyak yang dihasilkan dari limbah pemurnian minyak kelapa menciptakan ide untuk mengolahnya menjadi bahan dasar sabun.

Larasati Nindya Ismana mengatakan mereka menambahkan ekstrak daun patikan kebo (Euphorbia hirta) yang mengandung senyawa kimia seperti tanin, saponin, dan flavonoid dan terdapat pula senyawa aktif seperti alkaloida dan polifenol. "Senyawa-senyawa tersebut memiliki sifat anti-inflamasi, antiseptik, antibakteri, dan antifungal," katanya.

Muhammad Naufal Majid menjelaskan produk ini diberi nama Nuthea yang merupakan sabun mandi berbahan dasar hasil sampingan pemurnian minyak kelapa dan mengandung esktrak daun patikan kebo sebagai bahan aktif alami yang bersifat antibakteri.

Bahan yang digunakan yaitu hasil sampingan permurnian minyak kelapa, patikan kebo, NaOH, essential oil, minyak kelapa sawit, minyak zaitun, aquades dan ethanol 96%. Sedangkan alat yang dipakai adalah ember besar, baskom, spatula karet, pengaduk, gelas ukur 1000 ml, gelas ukur 250 ml, gelas ukur 100 ml, gelas ukur kaca 10 ml, pipet tetes, cetakan sabun, gunting, cutter, botol, toples, timbangan digital serta hand blender stainless steel.

Proses pembuatannya terdiri dua tahap yaitu tahap produksi ekstrak daun patikan kebo dan tahap pembuatan sabun herbal. Proses pembuatan ekstrak Euphorbia Hirta terdiri dari dua kilogram serbuk daun patikan kebo dimaserasi menggunakan 500 ml etanol 96% selama dua hari, ditutup dan dibiarkan terlindung dari cahaya sambil berulang-ulang diaduk. Setelah dua hari, sari dan ampas diperas.

Ampas dan pelarut dipisahkan dengan cara filtrasi dan dikumpulkan dalam satu wadah. Ekstrak Saponin kemudian dipekatkan menggunakan rotary evaporator. Ulangi maserasi dengan pelarut Aseton 95%.

Tahap kedua yaitu pembuatan sabun antibakteri dimulai dengan membuat larutan NaOH dengan aquades secara perlahan dan biarkan bereaksi. Mencampur hasil pemurnian minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak zaitun, ekstrak Euphorbia Hirta, dan essential oil.

Masukkan larutan NaOH ke dalam campuran minyak secara perlahan sembari diaduk hingga mengental. Tuangkan adonan sabun pada cetakan yang telah disiapkan, lalu tutup dengan kain. Biarkan dua hingga tiga minggu sembari dilakukan pengecekan terhadap produk. Produk yang sudah jadi siap dikemas dan dipasarkan. Karya ini berhasil meraih dana Dikti dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan tahun 2020.

Saat ditanya apa kendalanya, Nur menjawab kalau kendala yang menghambat itu tidak ada, hanya ke pencocokan waktu untuk kerja tim serta proses pembuatan yang lama untuk menjadi sabun yang sempurna.

"Lebih ke mencocokkan waktu, mengingat kesibukan masing-masing, tapi semua kegiatan tetap berjalan dengan baik," kata Nur kepada Koran Jakarta, Rabu (24/3).

Nur pun menjelaskan dari proses mengekstrak sampai menjadi sabun itu butuh waktu setidaknya dua minggu, untuk hasil sabun yang sempurna memerlukan waktu sekitar satu bulan.

Atas inovasi ini, sabun karya mereka sedang dipatenkan. "Paten sedang dalam proses pengurusan," kata Nur.

Ketika ditanya bagaimana respons dari pimpinan, dosen UNY atas inovasi mereka, Nur menjawab respons dari pimpinan universitas sangat bagus dan sangat mendukung produk ini untuk terus dikembangkan.

Baca Juga: