JAKARTA - Kerja sama konektivitas dan infrastruktur menjadi fokus pembahasan dalam KTT ke-24 Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Asean)-Jepang yang berlangsung secara virtual, pada Rabu (27/10).

"Infrastruktur memiliki potensi besar untuk menggerakkan roda perekonomian kawasan serta menyerap banyak tenaga kerja," kata Menteri Luar Negeri (Menlu), Retno Marsudi, yang mendampingi Presiden Joko Widodo dalam pertemuan tersebut.

Sebagai salah satu mitra Asean di bidang infrastruktur, tambah Menlu Retno, saat ini Jepang memiliki beberapa proyek yang sedang berjalan dengan nilai 259 miliar dollar AS (sekitar 3.683 triliun rupiah) di berbagai negara Asean, termasuk di Indonesia.

Asean dan Jepang memiliki kerja sama yang cukup panjang dalam pembangunan infrastruktur, bahkan pemerintah Jepang telah lama terlibat mendukung implementasi Master Plan on Asean Connectivity (Rencana Induk Konektivitas Asean). "Penting untuk digarisbawahi bahwa infrastruktur dan konektivitas adalah salah satu prioritas kerja sama konkret di bawah Asean Outlook on the Indo-Pacific (Pandangan Asean tentang Indo-Pasifik)," tutur Retno.

Oleh karena itu, dalam pertemuan tersebut, Presiden Jokowi mengungkapkan rencana Indonesia untuk mengadakan Forum Infrastruktur Indo-Pasifik pada 2023 ketika Indonesia memegang keketuaan Asean.

"Kemitraan dengan sektor swasta Jepang pun menjadi sangat penting khususnya dalam hal transfer ilmu dan teknologi serta mobilitas pembiayaan. Negara Asean akan terus memperkuat pembangunan infrastruktur untuk memfasilitasi kebangkitan Asean sebagai pusat pertumbuhan kawasan," kata Retno.

Kontribusi Jepang

Sementara itu, Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida, menyampaikan kontribusi Jepang dalam penanganan pandemi, termasuk untuk penyediaan vaksin dan pendanaan.

Ia juga menegaskan dukungan Jepang bagi kerja sama konkret dalam konteks Asean Outlook on the Indo-Pacific serta komitmen untuk menjadikan Indo-Pasifik sebagai kawasan yang bebas, damai, dan sejahtera.

Komitmen Asean dan Jepang untuk menjaga perdamaian di Semenanjung Korea serta harapan agar perundingan kode tata perilaku (Code of Conduct/CoC) Laut Tiongkok Selatan dapat berjalan sesuai dengan konvensi hukum laut internasional UNCLOS dan kepentingan negara pihak lainnya.

Baca Juga: