Infrastruktur yang tidak berkualitas adalah infrastruktur dengan anggaran besar, tetapi justru memperlancar penguasaan ekonomi oleh segelintir elite oligarki.

JAKARTA - Kelompok kerja Infrastruktur atau Infrastructure Working Group (IWG) negara-negara kelompok 20 atau G20 dalam pertemuannya berupaya mendorong pemulihan ekonomi dunia pasca-Covid-19 dengan membangun infrastruktur yang lebih berkualitas. Hal itu sejalan dengan tema besar Presidensi Indonesia yang bertajuk "Recover Together, Recover Stronger".

Dalam keterangan Kementerian Keuangan di Jakarta, akhir pekan lalu, menyebutkan pertemuan IWG G20 membahas dan mempertajam peran investasi infrastruktur selama dan setelah pandemi dengan fokus pada empat agenda utama.

Empat agenda itu antara lain peningkatan investasi infrastruktur berkelanjutan atau sustainable infrastructure dengan mendorong partisipasi sektor swasta dan mendorong infrastruktur transformatif pasca Covid-19.

Selain itu juga menekankan peran infrastruktur dalam mendorong inklusi sosial dan mengurangi kesenjangan antardaerah serta meningkatkan investasi infrastruktur digital dan penggunaan teknologi dalam infrastruktur.

Pada pertemuan IWG G20 tahun ini juga akan melanjutkan pembahasan topik legacy dari Presidensi G20 sebelumnya antara lain pengembangan indikator investasi infrastruktur yang berkualitas atau Quality Infrastructure Investment (QII).

Sehari sebelum pertemuan, juga diselenggarakan seminar bertema Scaling Up Sustainable Infrastructure Investment by Leveraging Private Sector Participation untuk membuka pembahasan agenda selama setahun. Kegiatan tersebut menghadirkan lembaga internasional, yaitu EDHECInfra, GRESB, CCRI, EBRD, OECD, dan China-Africa Development Fund. Selain itu, juga menghadirkan pihak swasta seperti HSBC, Meridiam, I Squared Capital dan SMBC.

Kehadiran pihak swasta itu diharapkan dapat menunjukkan potensi sumber pembiayaan dan memahami perspektif sektor swasta mengenai infrastruktur berkelanjutan.

Melalui kegiatan tersebut, Indonesia berupaya memperoleh masukan dari negara anggota G20 dan lembaga internasional mengenai agenda infrastruktur G20 dan hasil-hasil yang akan dicapai selama setahun ke depan.

Guru Besar Ekonomi Universitas Surabaya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto, mengatakan langkah pemerintahan memacu infrastuktur di luar Jawa sudah tepat untuk mempercepat pemulihan.

"Peningkatan infrastruktur di luar Jawa merupakan salah satu upaya pembenahan internal dan konsolidasi sebelum melangkah ke tahap selanjutnya yakni pemulihan dan tinggal landas. Proyek-proyek, seperti Trans Sumatera, Ibu Kota Negara (IKN) atau Greenfield industry nantinya akan sangat membantu," kata Wibisono.

Selain itu, pemerintah harus tetap menuntaskan pandemi itu sendiri sebagai masalah utamanya, serta membenahi persoalan sumber daya manusia (SDM), dengan mengundang investor asing agar transfer teknologi berjalan.

"Juga tak kalah penting SDM kita harus bebas korupsi atau perilaku tidak terpuji lainnya," katanya.

Lebih Selektif

Secara terpisah, Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Mercu Buana Yogyakarta, Awan Santosa, mengatakan pemerintah perlu selektif dalam membangun infrastruktur. Sebab, tidak semuanya bisa mengungkit pertumbuhan ekonomi nasional.

Membangun infrastruktur itu memang prioritas, tetapi perlu juga diingat yang dibangun ialah infrastruktur yang manfaat dan multiplier effect-nya dapat dirasakan secara luas oleh seluruh lapisan masyarakat.

Bukan hanya itu, infrastruktur yang dibangun juga dapat mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan.

"Dalam hal ini yang mampu meningkatkan kapasitas dan peran ekonomi rakyat dan koperasi dalam produksi dan distribusi nasional," kata Awan.

Dengan begitu, kata Awan, infrastruktur tersebut dapat mendorong pertumbuhan berkualitas, yaitu pertumbuhan yang sekaligus diikuti pemerataan dan demokratisasi ekonomi.

Menurut dia, kalaupun infrastruktur yang dibangun itu dengan anggaran besar, belum tentu itu mendorong pertumbuhan.

Infrastruktur yang tidak berkualitas itu adalah infrastruktur dengan anggaran besar, tetapi justru memperlancar penguasaan ekonomi oleh segelintir elite oligarki pemilik kapital, sehingga makin memperlebar ketimpangan ekonomi.

Baca Juga: