Laju inflasi terus berada pada tren pelambatan sepanjang tahun ini sekalipun saat sebelum adanya pembatasan aktivitas ekonomi (PSBB) untuk menekan penyebaran virus korona tipe baru, Covid-19.

JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi pada Mei lalu tercatat sebesar 0,07 persen dibandingkan dari bulan sebelumnya (mtm), lebih rendah dibandingkan capaian pada April lalu sebesar 0,08 persen. Padahal, bulan lalu bertepatan dengan Ramadan dan Idul Fitri yang biasanya menjadi fase inflasi tertinggi tiap tahunnya.

Capaian tersebut menambah daftar panjang pelambatan inflasi sepanjang tahun ini. Sebagai perbandingan, pada Maret lalu, BPS mencatat inflasi 0,1 persen, lebih rendah dari Februari 0,28 persen, dan Januari 0,39 persen.

Dengan inflasi Mei tersebut, laju inflasi tahun kalender Januari-Mei 2020 tercatat 0,90 persen dan inflasi dari tahun ke tahun mencapai 2,19 persen. Tahun lalu, laju inflasi tahun kalender hingga Mei 2019 tercatat sebesar 1,47 persen dan inflasi tahun ke tahun mencapai 3,32 persen.

Kepala BPS, Suhariyanto, menyatakan tren perlambatan inflasi yang disebabkan oleh lesunya kegiatan ekonomi mulai terjadi di berbagai negara termasuk Indonesia. "Pertumbuhan yang melambat dan kontraksi di banyak negara diikuti dengan inflasi yang melambat bahkan banyak yang mengalami deflasi," kata Kepala BPS, Suhariyanto, dalam jumpa pers virtual di Jakarta, Selasa (2/6).

Suhariyanto menjelaskan perlambatan inflasi itu lebih banyak disebabkan oleh lesunya suplai produksi maupun turunnya permintaan yang terdampak oleh Covid-19. Padahal pada periode Ramadan dan Idul Fitri biasanya terjadi inflasi tinggi seiring dengan adanya peningkatan permintaan masyarakat dan tingkat konsumsi yang besar.

Di negara-negara lain seperti Tiongkok, Vietnam, Filipina dan Singapura bahkan mulai mencatatkan terjadinya deflasi cukup dalam dalam dua bulan terakhir. Tiongkok tercatat deflasi 1,2 persen dan 0,9 persen, yang juga diikuti Vietnam sebesar 0,7 persen dan 1,5 persen selama Maret dan April. Deflasi tipis terjadi di Filipina dan Singapura masing-masing sebesar 0,1 persen di periode Maret dan April.

"Indonesia masih mencatatkan perlambatan inflasi, meski belum deflasi. Tren ini sedang kita hadapi. Kita berupaya untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan berharap Covid-19 segera berlalu," ujarnya.

Pelemahan Daya Beli

Ekonom Centre of Reform on Economic (Core) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mengatakan rendahnya inflasi pada Mei yang bertepatan dengan Ramadan sebenarnya seperti mengafirmasi pernyataan Jokowi terkait pelemahan daya beli. Hal ini bisa terlihat dari kelompok bahan makanan, di mana pada Mei 2020 mengalami deflasi sebesar 0,32 persen.

"Melemahnya inflasi bahan pangan ini mencerminkan terjadinya perlambatan permintaan oleh masyarakat. Hal ini terkonfirmasi pada angka inflasi inti yang hanya mencapai 0,06 persen. Padahal, pada periode sama tahun lalu dapat mencapai 0,27 persen," ujar Rendy kepada Koran Jakarta, Selasa (2/6).

Dihubungi secara terpisah, Ekonom Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, Fajar B Hirawan, menilai tingkat inflasi pada bulan yang bertepatan dengan Ramadan dan Idul Fitri biasanya tertinggi tiap tahunnya, baik secara bulanan (mtm) maupun tahunan (yoy).

Menurutnya, penurunan inflasi pada Mei 2020 seperti yang diperkirakan karena adanya penurunan daya beli, khususnya konsumsi rumah tangga ditambah adanya musim panen beberapa komoditas seperti padi. Faktor lainnya adalah pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

uyo/Ant/E-10

Baca Juga: