Banyak tantangan pelik yang dihadapi ekonomi nasional di 2024, salah satunya inflasi yang dipicu kenaikan harga pangan di tingkat global.

JAKARTA - Ada banyak tantangan pelik yang dihadapi ekonomi nasional di tahun 2024. Tiga persoalan terpenting adalah inflasi yang dipicu kenaikan harga pangan di tingkat global, melambatnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok, dan kebijakan ekonomi AS khususnya dari the Fed.

"Kenaikan harga pangan dapat memberikan dampak langsung ke ekonomi nasional, baik dari sisi inflasi maupun kesejahteraan masyarakat menengah dan bawah," kata ekonom Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Aloysius Gunadi Brata, kepada Koran Jakarta, Senin (1/1).

Aloysius mengatakan upaya-upaya jangka pendek untuk memastikan ketersediaan dan keterjangkauan pangan perlu menjadi prioritas.

"Perlu kepastian redistribusi komoditas pangan antardaerah. Artinya, pemerintah perlu untuk memiliki data dan informasi yang baik mengenai produksi pangan di sentra-sentra beras terutama, dan tingkat kebutuhan pangan di daerah-daerah lain. Tentu perlu pula disertai peningkatan kapasitas logistik nasional," kata Aloysius.

Aloysius menekankan inflasi di awal tahun 2024 dapat menjadi salah satu tantangan krusial bagi perekonomian nasional. Penyebab utama yang memacu kenaikan tingkat inflasi adalah lonjakan harga pangan dan energi, dua komponen yang memiliki dampak signifikan terhadap struktur biaya dan pola konsumsi masyarakat.

Menurut Aloysius, kenaikan harga pangan, yang mungkin dipengaruhi oleh faktor-faktor, seperti perubahan iklim, ketidakstabilan pasokan, dan kebijakan perdagangan global, dapat mengakibatkan penurunan daya beli masyarakat secara umum.

Sementara itu, kenaikan harga energi, terutama bahan bakar fosil, menciptakan tekanan tambahan pada sektor industri dan meningkatkan biaya produksi di berbagai sektor ekonomi. Pentingnya menanggapi tantangan inflasi ini tidak dapat diabaikan.

Hambat Pertumbuhan

Dampak langsungnya, tambah dia, terasa dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, di mana harga barang dan jasa meningkat secara signifikan. Ini dapat memberikan tekanan ekstra pada kelompok masyarakat dengan pendapatan rendah, meningkatkan ketidaksetaraan sosial, dan menghambat pertumbuhan ekonomi yang inklusif. "Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk mengimplementasikan kebijakan ekonomi yang efektif dan responsif guna mengatasi dampak inflasi terutama pada lapisan masyarakat yang rentan," kata Aloysius.

Bank sentral, menurut Aloysius, juga memiliki peran yang sangat penting dalam mengelola tingkat inflasi. Kebijakan moneter yang cermat dan proaktif dapat membantu menjaga stabilitas harga, meskipun tantangan inflasi dari sektor pangan dan energi sering kali bersifat eksternal dan kompleks.

Selain itu, tambah dia, kerja sama dengan sektor swasta dan pelaku usaha sangat dibutuhkan untuk menciptakan lingkungan ekonomi yang stabil dan berkelanjutan. Mendorong inovasi dalam produksi pangan dan energi yang efisien serta mempromosikan investasi di sektor-sektor kunci menjadi strategi yang dapat membantu meredam tekanan inflasi dalam jangka panjang.

Sementara itu, perlambatan ekonomi Tiongkok, menurut Aloysius, juga akan menekan ekspor dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Mau tidak mau, pasar-pasar alternatif harus digarap secara serius dan ini sebaiknya fokus pada pasar-pasar terdekat di lingkup Asia-Pasifik.

Proyeksi yang ada, misalnya dari IMF, menempatkan ekonomi India dan Asean tetap akan menguat. Hal ini pada dasarnya membuka peluang bagi Indonesia untuk memenuhi permintaan komoditas-komoditas yang dibutuhkan negara-negara tetangga tersebut.

Terkait dengan the Fed, agaknya tidak dapat terlalu dini untuk berekspektasi the Fed segera memangkas suku bunganya. Ini berarti, menurut Aloysius, BI perlu cermat dalam menentukan suku bunga acuan agar di satu sisi tetap memiliki daya protektif bagi ekonomi nasional, tetapi juga memberikan prospek bagi bergeraknya ekonomi nasional.

Sementara itu, pengamat ekonomi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, mengatakan untuk mengendalikan harga harga pangan maka harus dijamin supply-nya cukup untuk memenuhi kebutuhan pangaan seluruh masyarakat. Selain itu juga harus dipastikan distribusi pangan merata sampai pelosok Nusantara

Adapun Guru Besar bidang Ilmu Ekonomi Moneter dan Perbankan Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Wasiaturrahma, mengatakan koordinasi Bank Indonesia dengan pemerintah baik pusat maupun daerah serta Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan harus ditingkatkan.

Baca Juga: