JAKARTA - Pemerintah mengajak stakeholde) terkait untuk mendukung pencapaian target Net Zero Emissions (NZE) pada 2060 atau lebih cepat. Kelapa sawit termasuk sektor industri komoditas agro yang mendukung penyerapan emisi karbon dan program NZE.

"Kelapa sawit ini membantu penyerapan emisi karbon. Dalam berbagai literatur, tanaman ini menyerap karbon lebih besar dibandingkan tanaman lain," ujar Dadan Kusdiana, Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM RI dalam Diskusi Virtual Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bertema 'Kontribusi Industri Sawit Terhadap Net Zero Emissions Indonesia' di Jakarta, Rabu (24/5).

Dalam presentasinya, Dadan menguraikan pohon kelapa sawit mampu menyerap 25 ton CO2e per tahun sedangkan pohon lainnya hanya sebesar 6 ton CO2e per tahun. Karena itulah, tanaman kelapa sawit merupakan penyerap CO2 sama dengan tanaman lain seperti tanaman kayu hutan.

Dadan mengatakan Indonesia saat ini menjadi negara terbesar dalam penggunaan biodiesel dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Malaysia. "Kita akan terus tingkatkan pemanfaatan bahan bakar nabati ini baik dalam bentuk biodiesel maupun dalam bentuk bio yang lain, bahan bakar bio yang lain misalkan bioetanol itu juga bisa dibuat atau misalkan juga nanti bisa biogas," ucap dia.

Dadan dalam presentasinya menguraikan pula bahwa penggantian Bahan Bakar mesin diesel dari minyak solar ke biodiesel dapat mengurangi emisi gas rumah kaca sekitar 50- 60 persen. Berdasarkan kajian European Commissioning joint research center, apabila biodiesel dihasilkan dari PKS dengan methane capture POME dapat menurunkan emisi sampai dengan 62 persen.

Saat ini, dikatakan Dadan, pemerintah tengah mendorong pendekatan teknologi untuk mengkonversi minyak nabati, misalkan sawit langsung menjadi bensin atau langsung menjadi solar.

Respons Positif

Industri sawit menyambut baik ajakan pemerintah untuk menekan emisi karbon dan mencapai target nol emisi karbon. Tunas Sawa Erma satu perusahaan yang bergerak di bidang kelapa sawit di Indonesia yang beroperasi di Papua, belum lama ini menyampaikan komitmennya telah berkomitmen untuk menyumbang kontribusi dalam upaya global mencapai net zero emissions sampai 2050.

Direktur Tunas Sawa Erma Group, Luwy Leunufna mengatakan pihaknya berkomitmen untuk mengikuti semua aturan dan ketentuan pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam, kami TSE Group menyadari pentingnya berkontribusi dalam upaya untuk atau upaya global untuk mencapai Net Zero Emission.

Sebagai wujud nyata komitmen tersebut, TSE Group menggunakan Science Based Targets initiative (SBTi) sebagai standar untuk menetapkan target net zero emissions. SBTi adalah inisiatif untuk mengembangkan dan mempromosikan metodologi ilmiah dalam rangka menetapkan target emisi sesuai dengan Perjanjian Paris.

Dengan menggunakan SBTi, TSE Group akan menetapkan target emisi dan hal-hal yang dibutuhkan untuk membatasi pemanasan global di bawah 1,5°C. TSE Group kemudian akan melaporkan kemajuan secara transparan dan konsisten melalui platform SBTi maupun mekanisme lain yang relevan.

"Kami akan menyusun near-term dan long-term target emisi kami dalam waktu 2 tahun ke depan. Target-target ini akan mencakup seluruh aktivitas operasional dan rantai pasokan kami, serta memperhitungkan potensi penyerapan karbon dari lahan dan hutan yang kami kelola," ucap Luwy Leunufna.

Serap Polusi

Direktur Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC) IPB, Meika Syahbana Rusli menambahkan, sawit mampu secara signifikan menyerap CO2 yang ada di atmosfer.

"Jadi kalau kita mensubtitusi solar yang semata-mata memproduksi gas rumah kaca atau CO2, subtitusi tersebut membuat penguraungan signifikan karena diserap oleh kebun-kebun sawit yang tumbuh," kata dia.

Subkoordinator Direktorat Perlindungan Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan), Dwimas Suryanata Nugraha mengatakan, perkebunan sawit tidak bisa dikatakan sepenuhnya penyebab dari kenaikan gas rumah kaca.

"Banyak isu yang timbul di masyarakat ini terkait dengan sawit ini salah satu penyebab sawit deforestasi lahan dan penyebab kenaikan emisi gas rumah kaca. Perkebunan kelapa sawit ini tidak bisa juga dikatakan penyebab dari kenaikan gas rumah kaca," pungkasnya.

Baca Juga: