Diperlukan dukungan semua pihak, termasuk swasta, agar target bauran energi 23 persen pada 2025 tercapai.

JAKARTA - Transisi energi membutuhkan komitmen bersama termasuk dari industri dalam negeri. Sebab, tanpa dukungan sektor industri, sejumlah target pemerintah tak akan bisa tercapai.

"Transisi energi akan terbantu apabila industri dalam negeri juga tumbuh sehingga harga energi baru terbarukan (EBT) semakin kompetitif," ujar Sekretaris Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ida Nuryatin Finahari, dikutip dari laman resmi Ditjen Ketenagalistrikan, Kamis (20/10).

Dia menegaskan Kementerian ESDM tidak dapat berjalan sendirian, namun perlu dukungan dari berbagai kementerian/ lembaga lain termasuk dari sektor swasta. "Sektor swasta dapat berkontribusi dalam hal pengembangan teknologi industri dalam negeri sehingga diharapkan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) pada pengembangan EBT juga naik," tuturnya.

Ida menjelaskan dari sisi kebijakan, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Tujuannya antara lain untuk meningkatkan investasi EBT, mempercepat pencapaian EBT dalam bauran energi nasional, mengurangi Gas Rumah Kaca, dan mengurangi defisit neraca berjalan di sektor energi.

Dari roadmap transisi energi menuju net zero emission (NZE) atau bebas emisi yang telah disusun Kementerian ESDM terbagi menjadi beberapa tahap mulai dari 2025-2060. Ida menyampaikan pada 2025 target penurunan emisi 231,2 juta ton CO2e melalui pengembangan EBT berdasarkan rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) PLN, pemanfaatan PLTS Atap, percepatan waste to energy, pengembangan PLTBm skala kecil, dan cofiring biomassa pada PLTU.

"Pada 2030 target penurunan emisi 327,9 juta ton CO2e melalui pengembangan EBT berdasarkan RUPTL PLN 2021-2030 dan PLTA Pump storage mulai 2025," ujarnya.

Dia melanjutkan pada 2060 target penurunan emisi 1,789 Juta ton CO2e. "Emisi di sektor ketengalistrikan pada 2060 akan mencapai nol dan emisi 129 juta ton CO2-e di sektor industri dan transportasi, serta diharapkan semua pembangkit berasal dari EBT," pungkasnya.

Dukungan untuk berkontribusi dalam proses transisi energi juga disampaikan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN).

"KADIN membantu perusahaan bisa mencapai net zero emission (NZE) pada 2060. Dunia usaha bukan hanya korporasi besar saja tapi juga perusahaan kecil dan menengah. KADIN sudah membentuk gugus tugas khusus untuk komitmen dari segi sustainability dan ini menyangkut beberapa hal termasuk financing," kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Hubungan Internasional Shinta W Kamdani, dalam Talkshow Roadmap Transisi Energi Menuju NZE 2060, Rabu (19/10).

Biaya Besar

Secara terpisah, Pengamat Energi, Mamit Setiawan, menegaskan untuk menuju NZE dan mengurangi emisi gas rumah kaca tidak hanya dilakukan pemerintah sendiri. Mengingat, biaya yang dibutuhkan sangat besar. Karena itu, diperlulan dukungan semua pihak agar target bauran energi 23 persen pada 2025 tercapai, NDC 29 persen pada 2030 terlaksana dan NZE 2060.

"Dengan bersinergi dan bergotong royong maka target target tersebut menjadi lebih mudah dan terarah. Bahkan untuk mengejar target tersebut kita juga membutuhkan dukungan dari negara lain mengingat dana yang diperlukan jumlah sangat besar," tegasnya ketika dihubungi, Kamis (20/10).

Sebagai negara dengan potensi EBT sangat besar, lanjutnya, disayangkan jika tak bisa dioptimalkan.

Baca Juga: