JAKARTA - Pesatnya digitalisasi di tengah pandemi Covid-19 diyakini menjadi peluang baru bagi pelaku usaha khususnya di industri teknologi dan keuangan untuk tetap bertahan dan berkembang di masa pandemi. Hal ini pula yang terjadi pada industri komputasi awan atau cloud computing yang memiliki peluang besar untuk bertumbuh.

Direktur Utama PT Taspen (persero) ANS Kosasih mengatakan, Covid-19 telah memaksa orang bahkan generasi kolonial alias para orang tua dipaksa untuk melek digital. Menurutnya, waktu PT Taspen melakukan investasi teknologi diprotes banyak pihak karena konsumen PT Taspen kan mayoritas orang tua atau lanjut usia yang gagap teknologi (gaptek).

Tapi kata dia, perubahan ini bukan karena CEO-nya hebat namun karena Covid-19. "Covid-19 membuat kita harus berubah dan mempermudah mengalihkannya ke teknologi digital. Tadi ada begitu banyak keberatan dari para pensiunan dari peserta kita, sekarang mereka minta kalau bisa digital saja daripada kontak fisik meski mnyenangkan tapi akibatnya fatal," jelas Kosasih pada webinar bertajuk Cloud System pada Industri Keuangan Nonbank Sebagai Upaya Digitalisasi dalam Rangka Pemulihan Ekonomi Nasional di Jakarta, pekan ini.

Oleh sebab itu, pihaknya mengubah cara berbisnis dan proses klaim PT Taspen dengan teknologi untuk para konsumennya seperti aplikasi mobile PT Taspen.

"Kalau kita buka Taspen Mobile kita bikin autentifikasinya itu facial dan voice recognition. jadi biar enggak salah terima, tidak terjadi penipuan, dan disalahgunakan kita pakai itu facial recognition. Dan ini tidak bisa ditipu karena facial recognition bentuknya bukan video tapi live dan mereka diminta melakukan gerakan sesuai instruksi dari aplikasi misalnya tersenyum, gerakkan mata. kalau salah uangnya tidak terkirim," tukasnya.

"Jadi banyak pensiunan yang tadinya gaptek sekarang banyak pensiunan mulai bisa lakukan transaksi berbasis teknologi. Kalau dia tidak bisa mereka minta ke anak atau cucunya. apakah masih ada yang tidak bisa teknologi? ada tapi jumlahnya kurang dari 2 persen," tambah Kosasih.

CEO dan Chief Editor Wartaekonomi.co.id Muhamad Ihsan menuturkan, perkembangan teknologi digital inilah yang membuat kita optimis bahwa di tengah pandemi prospek ekonomi dan digital semakin baik.

"Dari beberapa penelitian, ada opportunity yang besar sekali di pasar cloud computing karena memang ekonomi terus menuju ke arah digital," terang Ihsan.

Deputi Direktur IT PT. Adira Dinamika Multi Finance Dodi Yuliarso mengungkapkan, potensi pertumbuhan industri cloud computing memang sangatlah besar. Terbukti perusahaan cloud computing global telah masuk dan memasarkan produknya di Indonesia. Sebut saja Alibaba Cloud, Google Cloud, Amazon dan Microsoft Azure.

"Indonesia sebetulnya potensi pertumbuhan cloud sangat tinggi, memang kita terbentur regulasi sehingga adopsinya masih belum tumbuh signifikan tapi akan tumbuh cepat. cloud companynya juga wktu itu belum banyak tapi sekarang sudah banyak, ini akan menarik dua tahun ke depan," ucapnya.

Lebih lanjut, dia memberikan sedikit tips memilih perusahaan cloud di masa pandemi saat ini. Pertama ialah pilih perusahaan yang aspek securitynya sudah teruji dan mumpuni. Kemudian, pilih perusahaan yang benar-benar memiliki jam terbang tinggi di industri cloud computing.

"Untuk memilih salah satu perusahaan cloud adalah dari aspek security karena di masa pandemi ini cyber crime semakin meningkat jadi kita harus sangat-sangat selektif memilih company cloud tersebut. Plus juga company cloudnya harus benar-benar yang punya pengalaman, expert dan teknologi yang mumpuni," sebutnya.

Untuk diketahui, industri komputasi awan perlahan namun pasti mulai tumbuh dan berkembang di Indonesia kendati sedikit tertinggal. Hal itu setidaknya terlihat dari hasil studi yang dikembangkan oleh Asia Cloud Computing Association (ACCA), yang mana pada tahun 2020 lalu hanya menempatkan Indonesia di posisi 12 dari keseluruhan 14 negara Asia Pasifik yang masuk dalam penelitiannya terkait kesiapan pengembangan industri cloud computing di negaranya.

"ACCA punya indeks yang diberi nama Cloud Readiness Index (CRI), dan Indonesia pada tahun 2020 masih diberikan skor sebesar 55,0. Memang ada kenaikan dibanding skor pada tahun 2018 yang masih 47,0, namun yang perlu dicatat bahwa (skor) negara-negara lain juga berkembang, bahkan lebih cepat dari kita," kata Direktur Pengaturan Bank Umum Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Eddy Manindo Harahap.

Baca Juga: