JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai pemanfaatan teknologi digital dapat membantu mengembangkan industri asuransi yang sedang tertekan. Penerapan teknologi digital mendukung prinsip kemudahan dan kecepatan sehingga dapat mendorong penetrasi asuransi di Indonesia yang masih relatif rendah.

"Produk-produk asuransi menjadi lebih simple dan klaim secara digital dapat menepis kesan asuransi rumit dan sulit diklaim," kata Deputi Komisioner Pengawasan IKNB II OJK, Moch Ihsanuddin diskusi bertema Peluang dan Tantangan Asuransi di Era Digital di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Ihsan menyebutkan digitalisasi pada asuransi kini hadir melalui insurtech yang fokus menawarkan produk dan layanan asuransi di platform digital sehingga sangat tepat untuk mendorong penetrasi asuransi.

"Literasi asuransi pertumbuhannya masih lambat. Densitas dan penetrasi juga masih rendah. Untuk IKNB yang tumbuh cukup pesat adalah pegadaian dan fintech," ujarnya.

Chairman Infobank Institute Eko B Supriyanto menuturkan insurtech untuk saat ini baru sebatas potensi karena dibayangi risiko reputasi akibat gagal bayar di beberapa asuransi. Karenanya, Eko berharap OJK dapat mengatur lebih prudent dengan pendekatan risk sehingga bayang-bayang risiko seperti gagal bayar dapat dihilangkan dan industri asuransi mampu berkembang.

"Saya berharap OJK mulai membuat beberapa aturan bukan mengetatkan tetapi memang asuransi harus diatur lebih ketat dan lebih jelas," tegasnya.

Jangkau Masyarakat


Sementara itu, Director & Chief of Partnership Distribution Officer PT Asuransi Allianz Life Indonesia Bianto Surodjo menambahkan bisnis digital mampu membantu asuransi untuk menjangkau masyarakat lebih luas.

Berdasarkan data OJK, jumlah asset asuransi sampai Mei 2020 mencapai 1.313 triliun rupiah atau tumbuh 1,43 persen (yoy) dan pangsanya mencapai 53,02 persen dari total asset IKNB yang mencapai 2.476 triliun rupiah.

Ant/E-10

Baca Juga: