Krisis pangan menjadi ancaman serius karena menyangkut kebutuhan dasar.

JAKARTA - Daerah Indonesia Timur bersama daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) dan kawasan kepulauan menjadi wilayah yang teridentifikasi rentan pangan. Faktor penyebabnya meliputi produksi pangan yang cenderung lebih rendah dibandingkan kebutuhan serta prevalensi balita stunting yang masih tinggi.

Demikian hasil temuan Badan Pangan Nasional (Bapanas) dalam Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan atau Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) 2023.

"Masih adanya keterbatasan akses air bersih serta tingginya persentase penduduk yang hidup dalam kondisi kemiskinan juga menjadi pendorong utama," ucap Deputi bidang Kerawanan Pangan dan Gizi Bapanas, Nyoto Suwignyo, di Jakarta, Kamis (14/12).

FSVA, papar dia, telah menjadi bagian dari upaya transformasi sebagai sarana penyediaan data dan informasi seputar kondisi terkini pangan dan gizi di Indonesia. Hal ini akan terintegrasi dalam mendukung pelaksanaan peran Bapanas sebagai motor utama dalam mewujudkan peningkatan ketahanan pangan dan gizi yang berkelanjutan.

"Kita terus berupaya mengakhiri kelaparan, mengentaskan kemiskinan, dan mencapai ketahanan pangan berkelanjutan sesuai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs)," ucap Nyoto.

Daerah rentan pangan, katanya, sudah mulai berkurang. Pada FSVA 2022 misalnya terdapat 74 kabupaten/ kota teridentifikasi sebagai daerah rentan rawan pangan atau prioritas 1-3. Kemudian, FSVA pada tahun ini terjadi perubahan yang membaik berupa penurunan jumlah menjadi 68 kabupaten/kota daerah rentan rawan pangan.

Selain adanya identifikasi penurunan jumlah daerah rentan rawan pangan atau prioritas 1-3, FSVA 2023 yang disusun NFA bersama tim ahli lintas kementerian/lembaga juga mengidentifikasi adanya kenaikan jumlah daerah tahan pangan atau prioritas 4-6 menjadi 446 kabupaten/kota, di mana sebelumnya pada FSVA 2022 terdapat 440 kabupaten/kota yang termasuk daerah tahan pangan.

Tercapainya penurunan tingkat kerentanan rawan pangan pada 2023 disebut Nyoto merupakan buah kerja keras semua stakeholder pangan selama setahun ke belakang untuk secara konsisten mendukung Aksi Kesiapsiagaan Krisis Pangan yang dilakukan Bapanas melalui sejumlah program yang secara langsung dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

"Di antaranya bantuan pangan dalam rangka intervensi pengendalian kerawanan pangan yang menyasar ke 22 kabupaten/kota berbasis FSVA dan Prevalence of Undernourishment (PoU), penyaluran bantuan pangan beras untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Lalu, kita laksanakan juga bantuan penanganan stunting berupa telur dan daging ayam untuk Keluarga Risiko Stunting (KRS)," sambungnya.

Cegah Krisis

Sementara itu, Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, mengungkapkan pentingnya FSVA dalam memitigasi krisis pangan. FSVA disusun menggunakan indikator yang mewakili tiga aspek, yaitu ketersediaan, keterjangkauan, dan pemanfaatan pangan.

"Kalau tiga aspek tadi bisa bersama-sama kita kontrol dengan baik, saya yakin Indonesia akan jauh dari krisis pangan, kemiskinan dan kelaparan bisa ditekan, Indonesia akan mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan," kata Arief.

Kepala Satuan Tugas Pangan Polri, Brigjen Pol Helfi Assegaf, mengatakan krisis pangan menjadi ancaman serius karena menyangkut kebutuhan dasar. "Meski demikian, kita sudah punya strategi bagaimana mempersiapkan krisis pangan berbekal FSVA karena pada akhirnya yang kita tuju adalah sustainable development, bagaimana kita mempersiapkan keberlangsungan pembangunan sampai pada 2030, sebelum kita menginjak Generasi Emas 2045," tandasnya.

Baca Juga: