Liberalisasi pertanian mengakibatkan banjir impor produk pertanian dan petani kalah bersaing dengan produk luar.

JAKARTA - Tingginya impor sayuran jelang Idul Fitri 2024 sangat disayangkan, sebab untuk sekelas sayuran saja kita harus bergantung ke negara lain. Jika tak ada perbaikan kebergantungan, ini akan berlangsung lama dan terus menggerus devisa.

Kepala Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi Serikat Petani Indonesia (SPI), Muhammad Qomarunnajmi, menegaskan semangat dalam Undang-Undang Pangan adalah semangat kedaulatan dan kemandirian pangan.

"Semestinya impor hanya menjadi pendukung saja untuk pemenuhan kebutuhan pangan," tegas Qomar pada Koran Jakarta, Rabu (24/4).

Dia menekankan bahwa kemandirian dan kedaulatan pangan ini harus di posisikan sebagai keputusan dan pendirian politik, ketetapan dan kebijakan negara memperkuat cadangan pangan nasional juga diharapkan mendukung petani sebagai produsen pangan yang berkualitas.

Impor sayuran dari Tiongkok meningkat pesat, khususnya bawang putih. Impor sayuran Indonesia dari Tiongkok meningkat lebih dari empat kali lipat pada periode Ramadan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri 2024, terutama berkat meningkatnya pembelian bawang putih.

Khusus impor bawang putih, kenaikannya mencapai hingga sembilan kali lipat menjadi 73,5 juta dollar AS, sementara impor jamur mencatat kenaikan sebesar 52 persen menjadi 1,5 juta dollar AS. Dari data historis tahun-tahun sebelumnya, impor sayuran dari Tiongkok memang selalu meningkat signifikan beberapa bulan sebelum Lebaran.

Peneliti Mubyarto Institute, Awan Santosa, mengatakan kebergantungan impor bawang putih karena produksi nasional tahun 2023 yang hanya 30 ribu ton, sementara kebutuhan konsumsi sebesar 554 ribu ton. Produksi tersebut cenderung merosot setiap tahun karena banyak petani yang beralih ke komoditas lain.

"Hal ini tidak lepas dari liberalisasi pertanian yang mengakibatkan banjir impor produk pertanian dan membuat petani kalah bersaing dengan produk luar tersebut," tegas Awan.

Liberalisasi perdagangan ini, lanjut Awan, membuat petani tidak lagi memiliki jaminan serapan produk bawang putih mereka, sementara para pemburu rente lebih suka impor karena profitnya yang jauh lebih tinggi.

Dia menegaskannya perlu ada perencanaan demokratis terkait dgn produksi, tata niaga, dan distribusi bawang putih utk menuju swasembada bawang putih.

Tidak Serius

Koordinator Koalisi Rakyat Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, mengatakan tingginya impor bawang putih karena memang kita tidak serius memacu penanamannya.

Pihaknya menemukan beberapa permasalahan malaadministrasi dalam proses pemberian rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) bawang putih. Pelanggaran lainnya adalah Ombudsman mendapati banyaknya importir yang tidak melakukan syarat wajib tanam bawang putih.

Perusahaan bawang putih makin banyak setiap tahunnya. Namun, dari 214 perusahaan yang melakukan impor bawang putih pada 2023, hanya 44 perusahaan yang melaksanakan wajib tanam bawang putih. Kebijakan ini perlu dievaluasi karena banyak importir yang memanfaatkan.

"Kebijakan ini justru banyak dimanipulasi oleh para pelaku dan berkongkalikong dengan pengambil kebijakan," tegas Said.

Untuk mendapatkan keterangan sudah menanam ini, para pelaku usaha mengeluarkan sejumlah uang yang kemudian dikategorikan sebagai biaya transaksional. Ujungnya tentu saja jadi praktik korupsi. Begitu juga di tingkat nasional, lanjutnya, dari alur kebijakan ditemukan berbagai titik munculnya kongkalikong dan biaya transaksi.

Baca Juga: