JAKARTA - Indonesia dan Singapura menandatangani Letter of Intent (LoI) untuk bekerja sama dalam kegiatan carbon capture and storage (CCS) guna mencapai nol emisi karbon atau net zero emission pada 2050.

"Inisiatif ini menempatkan Indonesia sebagai pemain kunci dalam lanskap CCS Asia Tenggara dengan memperkenalkan mode kerja sama lingkungan antarnegara," ujar Deputi bidang Kedaulatan Maritim dan Energi Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Jodi Mahardi, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (15/2).

Seperti dikutip dari Antara, Jodi Mahardi mengatakan kerja sama dengan Singapura untuk meningkatkan komitmen Indonesia dalam memimpin tanggung jawab lingkungan di wilayah Asia Tenggara.

Kerja sama ini, kata Jodi, juga memperlihatkan pendekatan proaktif Indonesia dalam memanfaatkan teknologi inovatif untuk pertumbuhan yang berkelanjutan.

Dalam kesempatan tersebut, Wakil Sekretaris (Industri) Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura, Keith Tan, mengatakan bahwa penangkapan dan penyimpanan karbon lintas negara adalah solusi yang sedang berkembang di Asia. Selain itu, kata Keith, CCS juga mendukung transisi Singapura menuju masa depan rendah karbon.

"Singapura adalah negara pertama yang menandatangani LoI dengan Indonesia setelah peraturan presidennya yang mencantumkan CCS cross border diumumkan," ucap Keith.

Dengan LoI ini, Keith melanjutkan, Singapura dan Indonesia dapat menjadi pelopor dalam mempercepat implementasi proyek CCS cross border di Asia Tenggara.

Dalam LoI tersebut, Indonesia dan Singapura menegaskan pentingnya CCS sebagai metode dekarbonisasi. Selain itu, LoI antara Indonesia dengan Singapura juga menyoroti potensi CCS untuk mendukung kegiatan industri yang berkelanjutan dan menciptakan peluang ekonomi baru.

Lebih lanjut, sebuah kelompok kerja yang terdiri dari pejabat pemerintah Singapura dan Indonesia akan bekerja sama untuk membentuk perjanjian bilateral yang mengikat secara hukum. Nantinya, perjanjian tersebut memungkinkan transportasi dan penyimpanan lintas batas karbon dioksida antara Singapura dan Indonesia.

Adapun kesepakatan ini terbentuk berdasarkan pada Peraturan Presiden No 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon. Peraturan itu memberi akses kepada operator penyimpanan karbon untuk menyediakan kapasitas penyimpanan karbon internasional.

CCS adalah kegiatan penangkapan, pengangkutan, dan penyimpanan karbon dioksida untuk mencegah emisi karbon terlepas ke atmosfer. Metode ini sesuai untuk berbagai industri yang sulit mengurangi emisi karbonnya, seperti sektor energi, industri kimia, dan pembangkit listrik.

Adapun CCS diakui secara internasional sebagai metode dekarbonisasi yang penting untuk mencapai mitigasi perubahan iklim global. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) dan International Energy Agency (IEA) mengakui peran penting CCS untuk mencapai net zero emission pada pertengahan abad ini dan mengurangi efek pemanasan global.

Interkoneksi Listrik

Sebelumnya pada September lalu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) dengan Second Minister for Trade and Industry Singapura, Tan See Leng, di Kantor Kementerian ESDM. Dalam MoU tersebut, terjalin kerja sama energi rendah karbon dan interkoneksi listrik lintas batas antara Indonesia dengan Singapura.

MoU tersebut membahas pengembangan proyek energi rendah karbon komersial, termasuk interkoneksi untuk perdagangan listrik lintas batas antara Indonesia dan Singapura, sebagaimana disetujui oleh pemerintah Indonesia dan Singapura.

Adapun area kerja sama itu mencakup pengembangan teknologi energi rendah karbon (solar PV, hidrogen, dan CCS/ CCUS); pengembangan jaringan listrik regional, interkoneksi lintas-batas, dan perdagangan energi; fasilitasi pembiayaan proyek energi; pengembangan sumber daya manusia terkait.

"Jadi, nanti PLN di depan nanti untuk pengelolaan transmisinya, supaya tidak ruwet jadi harus terkonsolidasi," imbuh Arifin Tasrif.

Baca Juga: