JAKARTA - Pemerintah sudah menyiapkan peta jalan untuk membantu Indonesia melakukan transisi secara perlahan memasuki fase endemi. Hal ini dilakukan sejalan dengan sejumlah negara yang mencabut pembatasan Covid-19 dengan berbagai pendekatan, transisi dari pandemi jadi endemi. Ini perlu dilakukan secara bertahap.

"Peta jalan itu akan digunakan untuk melakukan normalisasi dalam aktivitas masyarakat melalui kebijakan pengendalian virus," kata Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Reisa Broto Asmoro, dalam Siaran Sehat bertajuk Siapkah Indonesia Menuju Endemi yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin (7/3).

Reisa menuturkan itu dilakukan dengan menetapkan target keterisian rumah sakit (BOR) ataupun angka kematian tetap berada pada level yang rendah. Peta jalan disusun dengan berbagai pertimbangan dan kehati-hatian yang tidak hanya terpaku pada kesehatan dan ilmu sains, namun juga melihat dari berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat seperti sosial, budaya juga ekonomi.

Dari peta jalan itu, tambah Reisa, kemudian terbukti secara perlahan dapat mengendalikan lonjakan kasus Covid-19. Seperti per tanggal 6 Maret 2022, keterisian rumah sakit di Indonesia mulai melandai.

Keterisian tempat tidur dan ruang isolasi intensif menjadi 29 persen dari kapasitas secara nasional.

Angka cakupan vaksinasi dosis pertama per 6 Maret 2022 juga sudah menyentuh 92,2 persen meskipun pada dosis lengkap baru 71,03 persen dan cakupan booster masih di bawah 10 persen.

"Kita harapkan itu terus turun dan pemerintah terus mengupayakan tetap terkendali dengan salah satu indikatornya yakni positivity rate yaitu harus di bawah target lima persen," kata Reisa.

Protokol Kesehatan
Di sisi lain, Reisa menyoroti agar dapat memasuki masa endemi cakupan vaksinasi hingga peningkatan kapasitas sistem pelacakan juga harus ditingkatkan. Termasuk kerja sama semua pihak menerapkan protokol kesehatan seperti memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak agar dapat memutus mata rantai Covid-19.

"Masyarakat punya peran untuk memutus mata rantai Covid-19 dan selama ini, kita sudah belajar dua tahun mulai hidup berdampingan dengan adaptasi kebiasaan baru yang kita lakukan setiap hari," ujar Reisa.

Pakar Epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Iwan Ariawan, mengatakan kinerja pengendalian gelombang ketiga Covid-19 di Indonesia berjalan lebih baik dari periode Delta.

"Pada gelombang ketiga, tidak terjadi kekurangan tempat perawatan, oksigen, dan ventilator seperti pada periode Delta. Tingkat kematian jauh lebih rendah dari periode Delta," kata Iwan.

Ia melaporkan hasil analisa dari data kematian pada orang yang terinfeksi Covid-19 di periode Omicron, 1 Januari hingga 28 Februari 2022, menunjukkan risiko kematian paling tinggi dialami lansia dengan komorbid dan belum divaksinasi.

Menurut Iwan, gejala Omicron yang relatif rendah karena proporsi penduduk Indonesia yang sudah memiliki antibodi Covid-19 dari vaksinasi maupun riwayat terinfeksi sudah cukup banyak. "Survei menunjukkan orang yang sudah divaksinasi memiliki antibodi yang tinggi," katanya.

Secara terpisah, Anggota Komisi IX DPR, Elva Hartati, mengatakan vaksinasi menjadi faktor utama peningkatan kesembuhan pasien Covid-19. "Tentunya juga adanya kesadaran masyarakat mengenai Covid-19 dan penanganannya serta respons dan kesiapan pemerintah yang lebih baik," katanya.

Elva mengatakan saat ini tren kasus positif harian cenderung menurun dan patut disyukuri.

Baca Juga: