Indonesia akan melakukan penjajakan dengan beberapa negara potensial untuk kerja sama skema perdagangan karbon.

JAKARTA - Indonesia akan melakukan penjajakan dengan beberapa negara potensial untuk kerja sama skema perdagangan karbon seperti yang tertuang di Artikel 6 di Perjanjian Paris, kata Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq.

Ditemui usai rapat persiapan Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-29 (COP29) di Jakarta, Selasa, Menteri LH Hanif menyebut delegasi Indonesia akan mengusung isu capaian target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dan implementasi Artikel 6 dari Perjanjian Paris yang mengatur model pembiayaan iklim.

Termasuk di dalamnya Pasal 6.2 terkait kerangka kerja sama internasional untuk skema perdagangan karbon antarnegara.

Hanif mengatakan capaian dari target pengurangan emisi Indonesia yang tertuang dalam Nationally Determined Contribution (NDC) akan menjadi dasar dari kerja sama dengan negara-negara lain, termasuk adanya rencana kerja sama dengan Jepang untuk implementasi Pasal 6.2 tersebut.

"NDC akan dihitung mulai dari 2021. Salah satunya join dengan Jepang untuk merealisasikan Paris Agreement Artikel 6.2," jelasnya.

Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) itu masih enggan membocorkan lebih lanjut terkait rencana kerja sama itu.

Ia mengatakan bahwa rincian dari implementasi tersebut akan diumumkan oleh Utusan Khusus untuk Energi dan Lingkungan Hidup Hashim Djojohadikusumo yang ditunjuk Presiden Prabowo Subianto.

Dalam kesempatan itu, Hashim Djojohadikusumo mengatakan Indonesia memiliki potensi besar dalam perdagangan karbon. Hal itu mengingat Indonesia sudah berhasil melakukan penurunan 577 juta ton karbon dioksida ekuivalen (CO2e) pada 2018-2020.

Tidak hanya itu, terdapat juga potensi dari penurunan periode 2021-2023 yang diperkirakan mencapai 600 juta ton CO2e, katanya.

"Ini nanti akan ditawarkan oleh Pak Menteri kepada dunia internasional. Ini kontribusi kita dan nilainya lumayan 10 dolar, minimal 10 dolar per ton. Ini yang saya sampaikan potensi penerimaan negara tambahan di luar APBN itu kurang lebih Rp190 triliun," demikian Hashim Djojohadikusumo.

Baca Juga: