» Pemerintah harus memonitor dan mengevaluasi tata niaga pangan agar lepas dari intervensi pemburu rente.
» Koordinasi menjadi kunci penegakan hukum dan pemberantasan korupsi sehingga diperlukan upaya kerja sama.
JAKARTA - Komisi Tindak Pidana Korupsi (KPK) menyatakan untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara dengan kekuatan ekonomi besar dunia pada 2045, maka hal yang harus dipenuhi adalah mengatasi masalah kebangsaan terutama korupsi.
Ketua KPK, Firli Bahuri, saat tampil sebagai pembicara kunci pada Kick Off G20 AntiCorruption Working Group (ACWG) di Jakarta, Jumat, mengatakan peta jalan atau roadmap pemberantasan korupsi 2020-2045 yang telah disusun KPK diharapkan akan menurunkan angka korupsi atau mengatasi segala bentuk korupsi yang senantiasa berkembang, baik dari sisi modus, jenis, bentuk, maupun tahapan.
Pada tahap pertama, KPK melakukan pemberantasan korupsi melalui pendidikan masyarakat supaya tidak ingin melakukan korupsi. Kemudian, melakukan pencegahan dengan cara perbaikan sistem agar tidak ada celah bagi seseorang untuk melakukan korupsi.
"Dengan sistem yang baik, tidak ada ruang dan peluang, serta kesempatan untuk orang melakukan korupsi. Satu teori dari literatur yang pernah kami baca, korupsi disebabkan oleh kegagalan sistem. KPK mempunyai kepentingan melakukan pencegahan tindak pidana korupsi dengan perbaikan sistem," jelas Firli.
Strategi berikutnya adalah penindakan kepada para pelaku korupsi yang dilaksanakan secara proporsional dan akuntabel demi kepentingan umum. Di samping itu, KPK juga akan melakukan penindakan dengan jaminan kepastian hukum, keadilan, dan hak asasi manusia sebagaimana asas-asas tugas pokok yang dimiliki lembaga antirasuah itu.
Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, berharap G20 dapat membawa manfaat yang besar bagi Indonesia selaku pemegang Presidensi G20 dan menjadi motivasi bagi seluruh pihak untuk meningkatkan pemberantasan korupsi.
Ia mengingatkan seluruh aparat penegak hukum untuk selalu bersinergi dalam menegakkan hukum. Koordinasi menjadi kunci penegakan hukum dan pemberantasan korupsi sehingga diperlukan upaya kerja sama, baik ke dalam maupun di luar.
Mahfud menyebut Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2021 masih cenderung stagnan, bahkan mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, sehingga Indonesia masih mempunyai citra perilaku korupsi di dunia.
Berdasarkan rilis skor IPK pada awal 2022, skor IPK Indonesia di tahun 2021 naik menjadi 38, yang sebelumnya turun menjadi 37 pada tahun 2020. Selain itu, peringkat Indonesia juga membaik dari 102 menjadi 96. Namun dengan posisi tersebut, menandakan Indonesia menjadi salah satu negara G20 yang memiliki permasalahan korupsi yang masih merajalela.
"Namun pada tahun 2021 yang dirilis pada awal 2022 ini kita mengalami kenaikan lagi meskipun tidak terlalu tinggi dari ranking 102 menjadi 96 dengan indeks persepsi sekarang ini 38 (dari skala 0-100) dan tetap menjadi salah satu negara G20 yang tergolong korupsinya cukup parah," kata Mahfud dalam kesempatan yang sama.
Ongkos Politik
Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Brawijaya Malang, Andy Fefta Wijaya, mengakui kalau korupsi di Indonesia masih merajalela. Indeks Korupsi Indonesia anjlok dari 40 pada 2019 ke 37 pada 2020.
"Ini berarti tindak korupsi di Indonesia semakin parah. Oleh karena itu, ranking negara paling korup Indonesia meningkat dari 85 tahun 2019, ke 102 tahun 2020," kata Andy.
Secara terpisah, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, mengatakan kalau Indonesia mau maju maka pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan secepat-cepatnya yakni memberantas korupsi dari birokrat, politisi yang bekerja sama dengan oknum pengusaha tertentu yang memanfaatkan kesulitan ekonomi untuk mendapatkan keuntungan dari korupsi.
"Sekarang bereskan dulu saja korupsi di tata kelola pangan. Pemerintah harus hadir menjalankan, memonitor, dan mengevaluasi tata niaga pangan agar lepas dari intervensi pemburu rente," kata Bhima.