BOGOR - Presidensi G20 Indonesia memobilisasi kerja sama dan pendanaan di tingkat global. Mobilisasi kerja sama dan pendanaan akan terjadi pada isu, terutama yang menyangkut kesehatan, transisi energi, ekonomi digital hingga food insecurity.

"Faktor utama yang perlu kita lihat adalah manfaat nyatanya. Itu tadi yang concrete deliverable, bisa menggalang mobilisasi dana dan juga mobilisasi kerja sama untuk dunia," ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (5/11).

Adapun isu- isu tersebut merupakan isu prioritas dalam Presidensi G20 Indonesia yang meliputi, arsitektur kesehatan global, transisi energi berkelanjutan, dan transformasi digital dan ekonomi.

Dalam kesempatan ini, dia menyampaikan negara-negara anggota G20 mengapresiasi kepemimpinan Indonesia dalam Presidensi G20, di mana pelaksanaannya di tengah adanya ketidakpastian perekonomian di tingkat global, pascapandemi Covid-19 dan konflik geopolitik. Dia menyampaikan capaian Presidensi G20 Indonesia ini merupakan kebanggaan bagi seluruh bangsa Indonesia.

Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, Presidensi G20 Indonesia diarahkan untuk menghasilkan manfaat yang nyata (concrete deliverable). Dari sisi substansi, forum ini diarahkan untuk memberikan manfaat yang nyata melalui proyek, program, atau inisiatif, yang diharapkan menjadi lead examples pembangunan yang berkelanjutan bagi negara lain, yang nantinya dituangkan dalam Leaders' Declaration pada bagian Annex atau lampiran dan diharapkan mampu menjadi legasi Indonesia bagi G20.

Lalu, dari sisi fisik, forum ini diarahkan untuk memberikan efek berantai terhadap sektor transportasi, akomodasi, dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) .

Serapan Belanja

Pada kesempatan sama, Kemenkeu optimistis belanja negara akan terserap secara maksimal pada sisa waktu tahun ini, atau mencapai target pagu yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengeluaran Negara, Made Arya Wijaya menyampaikan optimisme ini didasarkan atas catatan sejarah yang menunjukkan tren belanja negara berada di kisaran 900-970 triliun rupiah sepanjang kuartal-IV, selama lima tahun terakhir.

"Normalnya, kebutuhan kita di kuartal-IV belanja kita hampir selalu di atas 900 triliun rupiah, karena pola belanja di kita, tidak tahu apa tradisi begitu ya?" kata Made.

Pada kuartal-IV, dia menjelaskan belanja negara biasanya digunakan untuk membayar subsidi dan kompensasi energi, serta membayar kontrak berbagai proyek pemerintah yang jatuh tempo pada akhir tahun.

"Kenapa kita optimistis? Karena selisihnya adalah, alokasi yang kita sediakan untuk bayar subsidi dan kompensasi. Jadi kita optimis, (sisa anggaran) akan terserap sampai dengan akhir Desember," kata Made.

Dalam kesempatan ini, dia melaporkan realisasi sementara belanja negara mencapai 2.376 triliun rupiah hingga Oktober 2022 atau 76,49 persen dari target pagu dalam APBN 2022.

Baca Juga: