JAKARTA - People Development & Public Engagement Specialist Indonesia Mengajar, Alief Bagus Wicaksono, mengatakan pihaknya sudah mengimplementasikan Kurikulum Merdeka sejak tahun 2010. Dalam program Pengajar Muda, para peserta memanfaatkan sumber pembelajaran dari hal-hal yang ada di lingkungan sekitar.

"Fakta menariknya, kami merasa bahwa sejak 2010, kami sudah Kurikulum Merdeka. Kami benar-benar cuma bisa memanfaatkan apa yang ada di sana, kita manfaatkan sebagai sumber pembelajaran seperti itu," ujar Alief dalam Konferensi Pendidikan di Timur Indonesia, di Jakarta, Minggu (25/9).

Kurikulum Merdeka sendiri merupakan salah satu upaya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikburistek) untuk memulihkan pembelajaran akibat pandemi Covid-19. Dalam pelaksanaannya, sekolah tidak diwajibkan menggunakan Kurikulum Merdeka.

Alief mengatakan, para Pengajar Muda juga memiliki kemampuan mengimplementasikan Kurikulum Merdeka. Dia menyebut, sekolah-sekolah di Indonesia Timur, termasuk daerah yang menjadi tempat penempatan para Pengajar Muda sudah menerapkan kurikulum Merdeka.

"Yang berusaha untuk kami lakukan dengan cara kami sebagai pengajar muda, kami mencoba melihat konteks di sana, ada apa yang bisa disajikan dengan Kurikulum Merdeka," jelasnya.


Lebih lanjut, Alief mengungkapkan, dalam satu tahun pihaknya mengirimkan 80 orang Pengajar Muda ke 10 Kabupaten untuk mengajar di Sekolah Dasar. Para Pengajar Muda tersebut akan mendapat uang saku dan harus sudah sepakat dengan situasi dan kondisi di lokasi penempatan.

"Pengajar muda itu seorang sarjana yang dikirimkan ke daerah selama tinggal di sana 1 tahun penuh tanpa pulang," katanya.

Dia menyebut, para Pengajar Muda tidak hanya berasal baik dari kampus dalam negeri maupun luar negeri. Syaratnya lulusan S1 dan tidak wajib memiliki gelar sarjana pendidikan. "Tidak harus LPTK. Ada pembekalan intensif 2 bulan yang belum pernah mengajar dan terjun ke lapangan," tandasnya.

Dosen Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira), Maria Regina Jaga, mengatakan, program Indonesia Mengajar berdampak positif bagi para pengajar muda yang berpartisipasi. Menurutnya, pengajar yang ada di Indonesia Timur dapat mendapat bekal pengalaman dan pembelajaran yang lebih kontekstual.

Inisiator pendidikan dari Nusa Tenggara Timur itu menyebut, toleransi para pengajar muda akan meningkat. Mereka dapat mempelajari dan menghargai perbedaan dari masyarakat terutama para siswa yang kelak bisa diterapkan dalam pembelajaran.

"Pengajar yang terjun akan mendapatkan pemahaman bahwa Indonesia Timur tidak seperti ada yang di stigma, selalu buruk. Satu tahun mengajar, inspirasi dan pengalaman hidup mereka belajar dari orang-orang di sana," terangnya.

Baca Juga: