JAKARTA - Kantor Staf Kepresidenan meminta seluruh elemen masyarakat mulai mempersiapkan diri dengan meningkatkan produktivitas di sektor pertanian dan melakukan diversifikasi pangan untuk mencegah krisis kebutuhan pokok itu.

Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (1/8) mengatakan berdasarkan laporan Unicef, jumlah penduduk yang menderita kekurangan gizi di dunia mencapai 767,9 juta orang pada 2021. Selain itu, sebanyak 394 juta masyarakat global sedang kesulitan dalam sektor pangan.

"Menghadapi situasi ini kita ngapain? Ini yang harus kita cari solusinya," kata Moeldoko dalam diskusi bersama ratusan pemangku kepentingan (stakeholders) bidang pangan dalam program Kantor Staf Presiden (KSP) Mendengar.

Saat ini kata Moeldoko, ketersediaan pangan domestik masih sangat baik. Dalam tiga tahun terakhir, produktivitas pertanian terutama untuk beras mengalami surplus. Dengan demikian, kebutuhan konsumsi nasional tercukupi. Namun, capaian tersebut tidak boleh membuat Indonesia lengah karena dunia masih dilanda ketidakpastian seperti perubahan iklim, perubahan cuaca, serta instabilitas geopolitik global.

"Perubahan iklim dan cuaca bisa menyebabkan kondisi gagal panen. Perubahan geopolitik global, bisa membuat negara-negara produsen komoditas pangan menghentikan ekspornya, dan menyebabkan kenaikan harga energi sehingga terjadi konversi dari makanan menuju energi karena kebutuhan kapital," katanya.

Alternatif Baru

Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) itu menilai Indonesia masih diuntungkan oleh kondisi iklim dan cuaca. Hal itu karena fenomena La Nina atau curah hujan tinggi yang terjadi saat ini menyebabkan Indonesia tidak gagal panen. Namun di sisi lain, Indonesia juga terdampak konflik Russia dan Ukraina dan persoalan politik di Belarus.

"Konflik Russia-Ukraina membuat kita tidak bisa impor gandum. Padahal kebutuhan kita sebesar 30 persen. Persoalan politik di Belarus, membuat kita harus impor pupuk dari negara lain dengan harga lebih tinggi. Belum lagi kenaikan harga minyak dunia yang membuat situasi semakin sulit. Ini tantangan dan harus kita cari solusinya," tegas Moeldoko.

Menghadapi kondisi tersebut, pemerintah jelasnya sudah bekerja keras untuk mengantisipasi terjadinya krisis pangan akibat perubahan iklim dan instabilitas geopolitik global. Pemerintah berupaya mendiversifikasi pangan, mengoptimalkan pupuk bersubsidi agar tepat sasaran, hingga kebijakan politik anggaran untuk ektensifikasi lahan-lahan pertanian.

"Untuk diversifikasi pangan, saya sudah mengawali menanam sorgum di Nusa Tenggara Timur, dan ternyata dalam kondisi yang kering, sorgum bisa tumbuh dengan subur. Nah, kita perlu mencari alternatif-alternatif pangan baru untuk menggantikan beras," katanya.

Pada kesempatan itu, Moeldoko juga banyak mendengar dan menampung aspirasi pemangku kepentingan lainnya terkait upaya peningkatan produktivitas pangan. Upaya-upaya itu antara lain kemudahan perizinan pengembangan varietas benih baru, penyelesaian konflik lahan-lahan pertanian dan perkebunan, serta optimalisasi Koperasi Unit Desa (KUD) untuk mengatasi permainan tengkulak.

"Kami harap pemerintah melestarikan KUD demi mencapai kesejahteraan petani. Selama ini, petani lebih banyak menjual hasil tanam ke tengkulak meski harga rendah," kata Nanang Bona, petani asal Yogyakarta.

Baca Juga: