>>Hilirisasi mesti serius dijalankan guna menggenjot ekspor dan memupuk devisa.

>>Evaluasi detail impor barang untuk klasifikasi impor strategis dan tidak strategis.

JAKARTA - Tekad pemerintah untuk memperkuat cadangan devisa melalui pengendalian impor dan peningkatan ekspor dinilai akan menghadapi persoalan pelik.

Sebab, sebagian besar bahan baku produk ekspor saat ini masih harus diimpor. Dengan demikian, ketika impor dibatasi maka ekspor juga akan berkurang.

Semestinya ekspor tidak banyak bergantung pada bahan impor. Namun yang terjadi, Indonesia hanya menjadi tempat untuk merakit, lalu dijual lagi ke luar negeri.

Ekonom Indef, Eko Listiyanto, mengemukakan untuk membatasi atau menyetop impor bukan persoalan mudah. Sebab, yang dihadapi pemerintah adalah barisan pengusaha yang mencari penghidupan dari impor.

"Terutama dari pengusaha, karena kebergantungan bahan baku kita kepada produk luar negeri sudah tinggi sehingga wacananya adalah ongkosnya jadi mahal, " kata dia, di Jakarta, Selasa (31/7).

Meski begitu, lanjut Eko, pemerintah tidak boleh kalah sehingga harus berusaha sekuat tenaga untuk membangun industri substitusi impornya.

"Arah untuk melakukan itu harus serius. Kalau nggak dimulai dengan nekat ya nggak bisa. Ya, paling tidak seserius pemerintah membangun infrastruktur," tukas dia.

Menurut dia, kalau pemerintah mau serius, data impor harus dibedah dan dipilahpilah mana yang bisa disubstitusi di dalam negeri. Sayangnya, pemerintah tidak pernah mencoba melihat bahwa produk-produk tersebut ada di Indonesia.

"Cuma ingin gampangnya, akhirnya mekanismenya lewat impor aja bahan bakunya, bahan penolongnya. Toh, hasil akhirnya kita ekspor lagi.

Tapi cara ini tidak sehat," papar dia. Dengan model bisnis seperti itu maka semakin banyak ekspor, semakin tinggi pula kebergantungan Indonesia pada negara lain.

"Devisa kita 95 persen adalah dollar AS, tapi kebutuhan impor untuk produk bahan baku dan bahan penolong hampir 90 persen.

Jadi, hampir semua dollar yang masuk, keluar lagi dipakai untuk impor," kata Eko. Guna mengatasi hal itu, menurut dia, pemerintah mesti menggalakkan hilirisasi yang selama ini terabaikan.

"Jika ingin menggenjot ekspor yang punya berkontribusi besar terhadap devisa, maka harus ada upaya serius hilirisasi." Dengan begitu, lanjut Eko, secara otomatis akan mendorong perbaikan nilai tukar rupiah yang belakangan ini merosot tajam.

Upaya meminimalkan impor akan lebih efektif daripada meningkatkan ekspor. Namun secara volume, ekspor harus lebih banyak. Cara lain untuk menarik devisa adalah dari sektor pariwisata. Sayangnya, ini belum digarap secara serius.

Datangkan Dollar

Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan saat ini pemerintah melihat cadangan devisa perlu segera dikuatkan agar perekonomian lebih tahan menghadapi ketidakpastian ekonomi global.

Salah satunya, dengan mendatangkan dollar sebanyak-banyaknya ke Indonesia. "Situasi negara saat ini butuh dollar, karena itu saya minta seluruh kementerian dan lembaga serius, tidak ada main-main menghadapi ini.

Saya nggak mau lagi bolak balik rapat, tapi implementasi tidak berjalan baik," ujar Presiden dalam rapat terbatas di Istana Bogor, Selasa.

Menurut Kepala Negara, penguatan cadangan devisa bisa dilakukan melalui dua hal, yaitu pengendalian impor dan peningkatan ekspor.

Untuk mendorong hal tersebut, Jokowi meminta segera ada implementasi terkait kebijakan mandatori pemakaian biodiesel karena berdasarkan penghitungannya, penghematannya cukup signifikan, hingga 21 juta dollar AS per hari.

Tak hanya itu, Jokowi juga ingin mengevaluasi detail impor barang supaya dapat segera diklasifikasikan mana impor yang strategis dan impor yang tidak strategis.

"Kita setop dulu (impor) atau kurangi atau hentikan," ucapnya. Presiden juga menyinggung urgensi percepatan implementasi tingkat kandungan dalam negeri dan pertumbuhan industri barang substitusi impor.

Hal ini mutlak dilakukan guna menekan laju impor di Tanah Air. Jokowi menegaskan Indonesia harus memiliki strategi detail produk-produk yang harus diperkuat dan fokus melihat kendala eksportir di negara tujuan.

Mengenai devisa, Bank Indonesia menyebutkan cadangan devisa per April 2018 tercatat 124,9 miliar dollar AS, turun dari capaian Maret 2018 yakni 126 miliar dollar AS.

Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,7 bulan impor atau 7,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.

Penurunan cadangan devisa pada April 2018 itu terutama dipengaruhi oleh penggunaan devisa untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah dan stabilisasi nilai tukar rupiah. Ant/ahm

Baca Juga: