JAKARTA - Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Dwi Andreas Santosa, menyatakan sangat baik rencana pengembangan varietas padi unggul bernutrisi kaya vitamin A di Indonesia dengan catatan harus sudah lolos uji.

Kalaupun sudah lolos uji masih ada tahapan berikutnya yakni penerimaan pasar. "Apakah bisa diterima pasar atau tidak, terutama para petani. "Petani tentu sebelum membelinya pasti ada hitung-hitungan ekonomisnya tersendiri. Apa gunanya dibeli kalau nggak bisa nanam, atau ditanam tapi nggak bisa dijual?" kata Dwi Andreas ketika dihubungi Koran Jakarta, Selasa (13/9).

Pendapat itu disampaikan Dwi Andreas sehubungan dengan kerja sama antara Kementerian Pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) dan International Rice Research Institute (IRRI) yang kini tengah mematangkan penelitian varietas padi unggul bernutrisi yang kaya vitamin A untuk dapat memenuhi kebutuhan gizi tersebut melalui beras.

Sebagaimana diberitakan media ini, Perwakilan IRRI untuk Indonesia, Hasil Sembiring, mengatakan pihaknya bersama dengan Kementerian Pertanian telah banyak menghasilkan varietas padi unggul dan kaya nutrisi yang salah satunya masih dalam tahap pematangan adalah varietas padi bervitamin A.

"Ada padi kaya vitamin A, sudah hampir 10 tahun penelitiannya. Tapi, Indonesia masih belum lepas tanam ke lahan. Kalau Filipina sudah lepas," kata Hasil Sembiring, Senin (12/9), di Jakarta.

Selain padi kaya vitamin A, menurut Hasil, ada juga varietas padi kaya nutrisi lainnya, yaitu padi nutrizinc. Padi ini diharapkan bisa membantu menangani masalah stunting dengan pemenuhan zat gizi zinc. Padi jenis ini sudah mulai ditanam di Indonesia.

"Indonesia cukup agresif menerapkan teknologi di pertanian. Ada varietas kaya Fe (zat besi) lebih tinggi, zinc, vitamin A. Semoga ke depan lebih banyak dilepas padi bernutrisi," kata Hasil.

Harus Ekonomis

Lebih lanjut, Prof Dwi Andreas mengatakan semua varietas unggul yang siap dipasarkan itu harus menghitung benar apakah ekonomis atau tidak bagi produsen pangan ataupun petani. Kalau tidak ekonomis bisa saja tak akan laku di pasar.

Dwi menerangkan setiap varietas itu nanti akan bersaing dengan banyak varietas di pasar. Apalagi yang memproduksi varietas unggul ini, bukan hanya Kementan, tetapi banyak lagi lembaga lainnya, termasuk IPB sendiri.

Sebab, jangan sampai seperti kasus-kasus sebelumnya ada banyak varietas baru yang dihasilkan, tetapi hanya ditaruh di lemari kaca saja. Tidak bisa dipasarkan karena tidak bisa bersaing. "Di Kementan kan banyak juga varietas begitu yang tidak jadi dipasarkan," papar dia.

Apalagi varietas unggul ini, katanya, kaya Vitamin A, di mana banyak juga terdapat pada buah-buahan, seperti mangga, pepaya, jeruk. "Tentu petani akan berpikir juga sampai ke sana," tambahnya.

Baca Juga: