JAKARTA - Indonesia harus memanfaatkan kepercayaan dunia internasional dengan memacu ekspor produk-produk yang dihasilkan dari industri hijau. Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidato kenegaraannya sudah menegaskan kalau tahun depan akan lebih mengoptimalkan penggunaan sumber energi baru dan terbarukan.

Pemerintah juga akan fokus mengembangkan ekonomi hijau guna menjaga kelestarian alam dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Salah satunya melalui persemaian dan rehabilitasi hutan tropis dan hutan mangrove, serta rehabilitasi habitat laut sebagai penyerap karbon. "Dengan energi bersih dari panas matahari, panas bumi, angin, ombak laut, dan energi bio, akan menarik industrialisasi penghasil produk-produk rendah emisi," kata Presiden.

Pemerintah juga telah menggalakkan program hilirisasi. Setelah nikel, pemerintah juga akan mendorong hilirisasi bauksit, hilirisasi tembaga, dan timah. "Kita harus membangun ekosistem industri di dalam negeri yang terintegrasi, yang akan mendukung pengembangan ekosistem ekonomi hijau dunia," kata Kepala Negara. Terkait dengan kawasan ekonomi hijau, Jokowi yakin kawasan industri hijau di Kalimantan Utara akan menjadi "Green Industrial Park" terbesar di dunia.

"Saya optimistis, kita akan menjadi penghasil produk hijau yang kompetitif di perdagangan internasional," kata Jokowi. Seiring dengan itu, kepercayaan internasional kepada Indonesia, kata Presiden, meningkat tajam. Selain diterima Russia dan Ukraina, Indonesia juga dipercaya PBB sebagai Champions dari Global Crisis Response Group untuk penanganan krisis global, lalu Presidensi G20 tahun 2022, serta tahun depan, menjadi Ketua Asean.

"Artinya, kita berada di puncak kepemimpinan global dan memperoleh kesempatan besar untuk membangun kerja sama internasional. Kita mempunyai kesempatan besar membangun Indonesia yang inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan," tegas Presiden.

Standar Lingkungan

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, mengatakan agar produk Indonesia bersaing di pasar global maka harus mendorong pelaksanaan standar lingkungan pada industri ekstraktif.

"Pertambangan dan pengolahan nikel punya dampak lingkungan yang besar, mulai dari penggunaan energi fosil, dan volume limbah (tailing) serta penggunaan air. Ini yang harus dikelola terlebih dahulu," kata Fabby. Berikutnya, industri ekstraktif khususnya smelter mengganti sumber energi fosil dengan sumber energi terbarukan yang tersedia di lokasi seoptimal mungkin.

"Pemerintah juga harus mengevaluasi permohonan investasi di sektor pertambangan, sejak awal investor harus menyampaikan rencana penggunaan energi terbarukan," kata Fabby.

Baca Juga: