JAKARTA - Strategi pengembangan vaksin harus mempertahankan kemandirian produksi vaksin anak bangsa yaitu vaksin Merah Putih. Pengembangan vaksin mandiri saat ini sudah dijalankan oleh Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman.

"Pengembangan vaksin harus mempertahankan kemandirian produksi vaksin anak bangsa yaitu vaksin Merah Putih. Ditargetkan pertengahan tahun 2021, sudah bisa diproduksi massal," kata Menteri Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional, Bambang Brodjonegoro pada webinar, di Jakarta, Senin (27/7).

Menurut Bambang, dalam pengembangan ini tentunya sesudah melalui uji klinis terhadap vaksin Merah Putih karya anak bangsa tersebut.

Bambang mengungkapkan tiga produk vaksin Covid-19 dengan produksi tercepat berdasarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Adapun salah satunya yaitu vaksin sinovac yang diimpor Indonesia dari Tiongkok.

"Kalau mengacu pada informasi dari WHO, untuk produksi vaksin yang paling cepat ada tiga group yaitu Sinovac dari Tiongkok atau RRT, Astra Zeneca dari Inggris, Moderna dari Amerika Serikat," ujar Bambang.

Bambang menjelaskan impor vaksin Sinovac merupakan salah satu strategi dalam pengembangan vaksin dengan melibatkan pihak dari luar negeri. Strategi tersebut diambil dengan memperhatikan kecepatan pengaplikasian vaksin dari luar negeri di Indonesia untuk diuji coba klinis di Indonesia.

"Uji klinis Sinovac vaksin di Indonesia, yang merupakan kerja sama Biofarma dan Sinovac, sekarang sudah memasuki uji klinis tahap tiga," jelasnya.

Bambang menerangkan setelah uji klinis vaksin Sinovac selesai maka harus dilihat keefektivan vaksin tersebut untuk masyarakat Indonesia. Kalaupun efektif, akan dilihat persentase dari tingkat keefektivan.

Ia menambahkan harus ada penjelasan kepada orang-orang yang divaksinasi terkait kemungkinan revaksinasi. Hal tersebut penting dilakukan berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan vaksin Sinovac di Tiongkok dengan kecocokan virus yang bertransmisi di Indonesia atau tidak.

Perlu diketahui, uji klinis tahap 3 vaksin Sinovac ditangani PT Bio Farma bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran mulai Agustus 2020. Uji klinis akan melibatkan sampel dari 1.620 subjek dengan rentang usia 18 hingga 59 tahun.

Pakar epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono mengingatkan efektivitas uji klinis minimal 70 persen. Kalau di belum mencapai persentase tersebut maka vaksin masih belum efektif.

Ia menambahkan vaksin Sinovac efektif, tapi tetap harus dipastikan efek sampingnya. Menurutnya, peristiwa kegagalan penerapan vaksin demam berdarah sebab menimbulkan efek samping harus dijadikan contoh. "Sebab keselamatan penting sekali. Walau efektif tapi ada efek samping, ya nggak jadi. Walau sudah mahal-mahal. Kita harus antisipasi," jelasnya

Sebelumnya, Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman, Amin Soebandrio, mengatakan vaksin impor dibutuhkan hanya untuk penanganan jangka pendek. Ke depan, Indonesia tidak boleh tergantung pada impor, harus memiliki kedaulatan vaksin.

"Dengan kondisi vaksin impor tad, namun tentu kita harus memiliki kedaulatan vaksin," kata Amin pada webinar, di Jakarta, Senin (27/7).

Selain itu, tambah Amin, dalam proses impor vaksin harus dipastikan kesiapan pendanaan serta waktu mengingat pada masa pandemi Covid-19 semua negara membutuhkan vaksin. ruf/N-3

Baca Juga: