Jakarta - Pemerintah Indonesia mendesak negara anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) segera mencapai kesepakatan perdagangan global guna melindungi petani kecil dan miskin. Pemerintah Indonesia menilai desakan liberalisasi perdagangan produk pertanian global semakin hari semakin kencang.
"Negara-negara anggota WTO perlu segera merealisasikan kemauan politisnya untuk dapat menyepakati suatu kesepakatan perdagangan multilateral dalam rangka melindungi kepentingan petani miskin dan kecil," kata Deputi Wakil Tetap RI II Jenewa, Duta Besar Sondang Anggraini dalam sidang Committee on Agriculture Special Session (COASS) WTO pada 19-20 Juli 2017, melalui keterangan pers yang diterima di Jakarta, akhir pekan lalu.
COASS adalah salah satu forum di WTO yang membahas upaya reformasi aturan perdagangan multilateral yang mengatur perdagangan produk pertanian global.
Dubes Sondang menyampaikan bahwa Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO ke-11 di Buenos Aires pada Desember 2017 yang akan datang diharapkan dapat menyepakati dua instrumen perdagangan penting, yaitu Public Stockholding for Food Security Purposes (PSH) dan Special Safeguard Mechanism (SSM).
Indonesia sebagai koordinator G33 yang beranggotakan 47 negara berkembang dan kurang berkembang, secara konsisten memperjuangkan agar PSH dan SSM dapat disepakati menjadi instrumen yang efektif dalam rangka mewujudkan keamanan pangan, keamanan kehidupan dan pembangunan pedesaan (food security, livelihood security dan rural development).
"Apabila disepakati, PSH akan memberikan keleluasaan kebijakan bagi negara berkembang dan kurang berkembang untuk tetap memberikan dukungan kepada petani kecil dan miskin melalui pembelian beras untuk stock dengan harga di atas harga pasar serta menyalurkannya kepada rakyat miskin dengan harga subsidi," tutur Sondang.
Serbuan Impor
Sementara itu, kata dia, instrumen SSM dapat dimanfaatkan untuk perlindungan pasar domestik dari kemungkinan banjir impor produk pertanian yang dapat merugikan kepentingan petani miskin dan kecil. Namun, di bawah aturan WTO saat ini, penggunaan kedua instrumen itu sangat dibatasi dan dinilai tidak memadai.
Bagi kepentingan Indonesia, kedua instrumen tersebut tentunya akan sangat bermanfaat untuk memperbaiki kesejahteraan petani kecil.Ant/E-10